Oleh : Atep Afia Hidayat
Dalam sebuah kelas perkuliahan, seorang dosen dengan antusias memotivasi para mahasiswanya. Dia menjelaskan bahwa apa yang dikerjakan kampus, hanya menghasilkan orang-orang pintar. Orang yang luas pengetahuannya, tahu ini dan tahu itu. Padahal menurut sang dosen, stratifikasinya begini, "di atas orang bodoh ada orang pintar, di atas orang pintar ada orang cerdas, di atas orang cerdas ada orang kreatif, dan di atas orang kreatif ada orang .........."
Para mahasiswa pun menyahut, "orang jeniussss !!!"
"Orang jenius itu adalah orang yang super pinter", jawab sang dosen. "Hayo orang apa ....???" Orang gi ...........laaaa. Serentak kelas jadi riuhh, nada protes bermunculan.
Kok orang gila? Ya, orang gila dalam tana kutip, bukan gila beneran. Posisi orang “gila” setingkat di atas orang kreatif. Untuk menjadi orang “gila” tidak ada sekolahnya, bahkan untuk menjadi orang kreatif dan cerdas, tidak ada pendidikan atau pelatihannya. Yang tersedia hanyalah pendidikan untuk menjadi orang pinter. Kenapa anak-anak pada bersekolah dan kuliah, ya supaya tidak bodoh. Supaya menjadi orang pintar.
Populasi orang “gila” sangat langka, sulit ditemukan. Beberapa ciri orang “gila” antara lain banyak nyeleneh dalam sikap dan cara berpikir; aspek prestasi dan pencapaian yang luar biasa, dan memiliki ide-ide “gila” yang sulit terjangkau akal sehat. Orang “gila” seringkali melabrak beragam prosedur yang njelimet. Dia memangkas habis segala rintangan yang sebenarnya tidak penting. Jika sebuah organisasi seperti perusahaan memiliki satu atau dua orang “gila”, maka perusahaan itu akan mengalami penguatan. Begitu pula kalau orang “gila” tersebut berkaliber nasional, maka negara tersebut akan “tampil” beda, seperti ada “kelebihan” dibanding negara lain. Dalam sejarah dunia tercatat beberapa orang “gila” yang memiliki reputasi mengubah peradaban. Untuk saat ini mungkin ada satu-dua kepala negara yang termasuk orang “gila”, sehingga sepak terjangnya begitu diperhitungkan. Visi dan misinya yang seolah berani menabrak “tembok” dan cenderung anti kemapanan, selalu menghiasi pemberitaan.
Nah, bangsa dan negara ini tentu saja amat membutuhkan orag “gila”, di samping membutuhkan orang pintar, orang cerdas dan orang kreatif. Kemajuan bangsa dan negara ini perlu akselerasi, tidak bisa dicapai dengan cara biasa oleh orang yang hanya sekedar pintar. Negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia ini perlu segera bangkit, di mana yang menjadi pionir-nya adalah mereka yang termasuk orang “gila”. Namun amat disayangkan, orang “gila” sulit ditemukan. Andakah orangnya???
sumber: pantona.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar