Hypnoparenting adalah suatu ilmu yang menggabungkan pengetahuan tentang mendidik dan membesarkan anak dengan pengetahuan hipnosis. Kata ’Hipnosis’ mengacu pada proses penurunan kondisi kesadaran. Kondisi ini kita alami tiap hari minimal dua kali. Pada waktu kita akan tidur kita melewati kondisi ini, dan pada waktu kita akan bangun dari tidur kita juga melewati kondisi ini. Jadi singkatnya, ’kondisi terhipnosis’ adalah kondisi antara mata terbuka dan tidur nyenyak. Hipnosis adalah fenomena alamiah yang dialami setiap manusia.
Penjelasan yang lebih ilmiah bisa kita dapatkan dengan mengerti tentang gelombang otak yang bisa diukur dengan alat EEG (Electroencephalogarphy). Otak manusia memancarkan frekuensi (yang membentuk gelombang ) tertentu untuk setiap kondisi. Ada empat gelombang yang sering dibicarakan. Yang paling rendah adalah gelombang delta (0,1-4 Hz). Gelombang ini kita alami saat kita tidur nyenyak tanpa mimpi. Gelombang berikutnya dalah gelombang theta (4-8 Hz). Yang mana pada gelombang theta inilah ide-ide kreatif dan inspiratif muncul. Informasi yang diterima saat otak dalam kondisi seperti ini akan langsung menjangkau bawah sadar dan tersimpan dalam memori jangka panjang. Karena itu kondisi ini disebut kondisi yang sangat sugestif. Frekuensi theta juga muncul saat kita dalam kondisi meditasi atau tidur dengan mimpi. Jika kesadaran kita lebih naik lagi, muncullah gelombang alfa (8-12 Hz). Pada kondisi ini, pikiran hanya terpusat pada satu perhatian. Kondisi ini dapat terjadi ketika kita berdoa dengan sangat khusyuk. Dan ketika gelombang otak mencapai frekuensi lebih dari 12 Hz, maka kita berada pada kondisi gelombang beta. Pada kondisi beta, kita dapat mencurahkan pikiran ke banyak hal. Inilah kondisi kesadaran mata terbuka (sadar penuh). Sebagai contoh, pada kondisi ini kita bisa membaca buku sambil makan kacang dan mendengarkan musik sekaligus.
Kondisi hipnosis dicapai ketika gelombang otak berada di kisaran gelombang alpha dan theta. Saat berada dalam wilayah alpha dan thetha tubuh kita bisa melakukan proses regenerasi sel dengan jauh lebih baik dan lebih sempurna daripada saat kita terjaga. Dengan hal ini, tubuh akan jauh lebih sehat. Kemampuan berpikir logis pun akan meningkat tajam dan kita lebih mudah mengontrol diri dalam memutuskan sesuatu karena akurasi dalam berpikir ikut meningkat. Karena itu jika kita bisa membantu seorang anak memasuki wilayah gelombang otak alpha dan thetha, kemudian kita ajari suatu pengetahuan dalam kondisi ini, apa yang diterimanya akan langsung dicerna dengan mudah. Kita tidak perlu mengajarinya berulang-ulang karena bisa dikatakan semua proses belajarnya dalam keadaan sadar dipercepat tanpa menghilangkan esensi dari ilmu pengetahuan tersebut.
Mengapa hal itu bisa terjadi?Jika dalam kondisi sadar kita mengajar seorang anak, maka kelima inderanya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Bisa jadi matanya melihat kita mengajar, tetapi telinganya mendengarkan teman-temannya yang berteriak dengan gembira di luar sana, sehingga imajinasinya membayangkan bagaimana asyiknya bermain bersama mereka. Jika ini terjadi, informasi yang kita sampaikan tidak mendapat perhatiannya sehingga dia tidak mengerti, apalagi mengingat apa yang sudah kita sampaikan.
Lain halnya jika pelajaran/informasi disampaikan saat anak/subyek dalamwilayah gelombang otak alpha dan thetha. Pada kondisi ini, semua perhatiannya hanya tertuju pada satu titik, yaitu si pemberi informasi. Semua panca inderanya bekerjasama menangkap informasi baru yang masuk dan dicerna langsung setelah diproses dengan cepat untuk kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Pada saat gelombang otak dalam keadaan alpha dan thetha adalah saaat dimana kita sangat terbuka terhadap informasi baru dan perubahan. Otak berfungsi sebagai spons yang menyerap apapun di sekitarnya.
Bagaimana dengan gelombang otak anak? Ternyata ketika seorang anak berusia 5 tahun diukur gelombang otaknya dengan Brain Wave I (perpaduan EEG dan rangsang optik-akustik)ternyata didapatkan hasil rekaman otaknya terlihat dominan beroperasi di gelombang otak thetha dan alpha. Beberapa pakar teknologi pikiran menyebut fase itu sebagai fase ‘pikiran pra-kritis’. Informasi diserap dan diintegrasikan tanpa pertanyaan. Apapun yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh seorang anak akan langsung masuk dan mengendap di pikiran bawah sadar. Ketika ada kata-kata, peristiwa, tindakan yang ’kurang’ baik akan sangat mudah masuk dan mengendap di pikiran bawah sadar anak. Jika banyak disalahkan, secara bawah sadar ia juga belajar untuk mengkritik dan mengutuk segala sesuatu. Jika banyak dicemooh dan diejek, ia akan belajar menjadi seorang yang pemalu dan selalu merasa bersalah. Jika banyak mengalami ketakutan, ia akan belajar untuk menjadi pencemas dan selalu khatir terhadap kehidupannya. Sebaliknya, jika banyak dipuji, ia akan belajar untuk menghargai dan menghormati. Jika diterima apa adanya, ia juga belajar mengerti dan mengasihi orang lain. Jika selalu didukung untuk melakukan sesuatu, ia belajar untuk menyukai dirinya sendiri yang akhirnya mengembangkan rasa percaya diri dan harga dirinya. Sebuah keadaan yang kadangkala kita kurang perhatikan, tapi sangat berpengaruh dalam kesehariannya.
Maka, di saat menjelang tidur (ketika otak dalam gelombang alpha-thetha) seperti inilah saat yang tepat kita mendampingi tidur anak kita sembari menceritakan kisah-kisah teladan para sahabat Rasulullah, maupun kisah-kisah inspiratif bermakna lainnya sambil menunggu ia mengantuk dan menjelang tertidur. Maka di saat itulah, yakni ketika anak baru menuju tidur, tetapi juga tidak dalam kondisi sadar, kita masukkan kata-kata hipnosis sesuai dengan yang kita inginkan.
Sebagai catatan, jika mau menghipnosis anak, yang pertama adalah tidak boleh menggunakan kata-kata negatif. Misalnya: Ahmad mulai besok jadi anak yang tidak nakal ya. Jangan cengeng. Jangan suka bertengkar, dan lain sebagainya. Tapi kata-kata yang di masukkan ke telinga anak kita haruslah kata-kata positif. Misalnya: Ahmad anak yang sholeh, nurut sama abi dan umi, sayang sama teman, dan sejenisnya. Kemudian kata-kata yang dibisikkan tidak boleh terlalu panjang, sehingga sulit untuk dimengerti oleh anak.
Sebagai bukti, coba Anda dengarkan kalimat saya di bawah ini, hafalkan dan ulangilah sambil memejamkan mata:
”Tolong jangan Anda bayangkan di benak Anda seekor monyet hitam, besar, jelek, menakutkan dan bau ada di depan Anda. Saya ulangi, jangan pernah Anda bayangkan di benak Anda seekor monyet hitam, besar, jelek, menakutkan dan bau ada di depan Anda. SEKALI-KALI JANGAN PERNAH ANDA BAYANGKAN DI BENAK ANDA, SEEKOR MONYET HITAM, BESAR, JELEK, MENAKUTKAN DAN BAU ADA DI DEPAN ANDA.”
Bagaimana? Semakin saya (atau Anda) ulang kalimat tersebut, apakah semakin tidak Anda bayangkan gambaran monyet hitam, besar, jelek, menakutkan dan bau tersebut? Atau justru sebaliknya, Anda semakin membayangkan bahkan memvisualisaikannya dalam benak Anda? Pasti jawaban yang kedualah yang terjadi. Sekalipun di dalam kalimat saya tersebut juga saya ulang-ulang kalimat”jangan Anda bayangkan, jangan pernah Anda bayangkan, sekali-kali jangan pernah Anda bayangkan!”
Itulah mengapa melakukan hipnosis tidak boleh menggunakan kata-kata ’negatif’.
Demikian pula, dalam keseharian kita bersama anak kita, jangan pernah menggunakan kata-kata ’negatif’ karena bisa jadi kita telah melakukan hipnosis tanpa pernah kita sadari. Ingat! Anak-anak dalam keseharian mereka, sangatlah sering/biasa berada dalam kondisi gelombang otak alfa-thetha secara alami.
[by : Faizatul Rosyidah]
sumber: chocolluvia.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar