1) Al-Tarbiyah
Menurut Abdurrahmân al-Nahlâwy kata Tarbiyah dalam bahasa Arab berasal dari beberapa akar kata, yaitu:
a. Rabâ – yarbû (ربا – يربو): yang berarti bertambah dan berkembang. Makna ini terdapat dalam Firman Allah Ta’ala: (al-Rûm : 39).
b. Rabbiya – yarbâ (ربي – يربى) : yang berarti tumbuh besar dan menjadi dewasa. Makna ini diungkapkan dalam sebuah sya’ir milik Ibnu al-A’raby:
فمن يــك ســائــلا عنـي فإنّـــي بـمكة مــنزلي و بــها ربّـــيت
Maka siapa mencariku katakanlah aku sungguh, Di Mekkah lah rumahku dan disanalah aku dibesarkan.
c. Rabba – yurabbi ( ربّ – يربّ): yang berarti menangani urusan seseorang, memimpin, mengayomi dan membesarkannya. Makna ini tercermin dalam syair Hassân bin Tsâbit radhiyallahu 'anh yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandzûr dalam Lisân al-‘Arab-nya:
و لأنت أحسن إذ برزت لنا يوم الخروج بساحة القصر
من درة بيضاء صــافــيـة مما تربّب حائر الـبحــر
من درة بيضاء صــافــيـة مما تربّب حائر الـبحــر
Ibnu Mandzûr menjelaskan bahwa dalam sya’ir tersebut Hassân bin Tsâbit radhiyallahu 'anh menggunakan kata “tarabbaba” untuk menggambarkan bahwa sebuah mutiara yang indah dilindungi, dibentuk dan dibesarkan oleh organisme-organisme hidup di dasar lautan.[2]
Dalam beberapa literatur klasik sebagian ulama mengambil makna-makna tersebut untuk menafsirkan kata al-Tarbiyah, Imam al-Baidâwy dalam kitabnya Anwâru al-Tanzîl wa Asraru al-Ta’wîl mengatakan: “al-Rabb pada mulanya dari makna al-Tarbiyah yaitu sampainya sesuatu kepada kesempurnaannya sedikit demi sedikit, kemudian disifatkan kepada Allah Ta’ala untuk mubâlaghah (ungkapan hiperbola).[3] Begitu juga al-Râghib al-Asfahâny mengatakan: “al-Rabb pada asalnya ialah al-Tarbiyah yaitu tumbuhnya sesuatu sedikit demi sedikit sampai batas kesempurnaan.”[4]
Abdurrahmân al-Bâni kemudian menyimpulkan bahwa al-Tarbiyah dari makna-makna diatas mengandung empat unsur:
Pertama, bersifat menjaga atas fitrah anak yang akan tumbuh dan merawatnya. Kedua, mengembangkan berbagai kemampuan dan kesiapan yang dimilikinya secara keseluruhan. Ketiga, mengarahkan fitrah dan kemampuan tersebut menuju ke arah yang lebih baik dan kesempurnaanya yang sesuai dengannya. Keempat, bertahap dalam proses ini, sebagaimana diisyaratkan oleh al-Baidhâwi dan ar-Raghib: “sedikit demi sedikit…”.[5]
Penggunaan kata at-Tarbiyah dalam artian pendidikan saat ini menjadi populer dikarenakan cakupan at-Tarbiyah dinilai lebih luas dari istilah lainnya dalam pengertian pendidikan seperti diungkapkan oleh Athiyyah al-Abrasy.
2) Al-Ta’lîm
Kata al-Ta’lim yang berasal dari akar kata : ‘allama – yu’allimu (علّم - يعلّم) yang berarti mengajarkan ilmu. Ibnu Mandzûr menjelaskan bahwa makna ‘allamahu al-‘ilma’ (mengajarkan ilmu) serupa dengan a’lamahu al-ilma (menjadikannya tahu akan ilmu), walaupun menurutnya Sibawaih membedakan antara keduanya.[6] Hal yang sama dijelaskan oleh Imam Raghib Al-Asfahâni menurutnya: “Kata a’lamtuhu dan ‘allamtuhu pada dasarnya adalah satu makna, hanya saja kata al-I’lam dikhususkan untuk pemberitahuan yang sekilas, sedangkan al-Ta’lim dikhususkan dengan pemberitahuan yang membutuhkan pengulangan dan pengayaan sampai muncul pengaruh pada diri al-Muta’allim (obyek dari ta’lim).”[7]
Menurut Abdul Fattâh Jalâl istilah ini lebih tepat digunakan karena menurutnya proses al-ta’lîm justru lebih universal dibandingkan dengan proses al-tarbiyah. Pendapatnya ini berdasarkan pada penggunaan kedua istilah tersebut dalam Al-Qur’an. Allah subhanahu wata'ala menggunakan kata al-ta’lim ini dalam surat Al-Baqoroh ayat 30 – 34, juga ayat 151.
Menurut Jalal, dari ayat-ayat tersebut terkandung pengertian bahwa kata at-ta’lim mempunyai makna yang universal. Dalam menjelaskan ayat 151, Jalal berpendapat bahwa ketika Rasul shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan bacaan Al-Qur’an kepada kaum muslimin, tidak terbatas membuat mereka sekedar dapat membaca, tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab dan amanah. Dari membaca semacam ini Rasul membawa mereka kepada tazkiyah (penyucian) diri, dan menjadikan diri itu pada kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk dipelajari. Al-Hikmah, menurut Jalal, tidak dapat dipelajari secara parsial tetapi harus menyeluruh terintegrasi. Karena kata al-hikmah berasal dari al-ihkam, yang berarti kesungguhan dalam ilmu, amal atau didalam kedua-duanya.[8]
Sebaliknya, kata al-tarbiyah, menurut Jalal, hanya dapat ditemukan pada dua tempat dalam Al-Qur’an, yaitu al-Isra: 24 dan Al-Syu’ara: 18. Dalam kedua ayat diatas, kata al-tarbiyah mengandung makna proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia atau yang kita kenal dengan periode kanak-kanak. Dari kedua ayat ini, Jalal menyimpulkan, bahwa kata al-tarbiyah lebih sempit maknanya dibandingkan al-ta’lîm.
3) Al-Ta’dîb
Kata al-Ta’dîb merupakan masdar dari kata kerja: addaba – yuaddibu (أدّب - يؤدّب). Dalam Kamus Al-Muhith kata addabahu sinonim dengan kata ‘allamahu yang berarti mengajarkan ilmu.[9] Adapun yang dimaksud dengan al-Adab yaitu pengetahuan yang dengannya dapat menjauhkan seseorang dari kesalahan.[10] Menurut Muhammad Naquib Al-Attas, kata adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohaniah seseorang.[11]
Menurut Al-Attas, kata al-Ta’dib merupakan istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan islam, sementara kata al-Tarbiyah dinilai terlalu luas karena maknanya mencakupi juga pelatihan dan budidaya hewan,[12]berbeda dengan al-Ta’dib yang dikhususkan bagi manusia.
Footnote:
[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Rosda Karya, hlm 28
[2] Abdurrahmân al-Nahlâwy, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyyah, hlm. 12 – 13
[3] An-Nahlawy, hlm. 13
[4] An-Nahlawy: 13
[5] An-nahlawy 13
[6] Lisanu al-‘Arab, 3083
[7] Raghib al-Asfahany, Mufrodat fi Gharib al-Qur’an 446
[8] Ahmad Tafsir, 30 – 31
[9] Kamus Al-Muhith, 58
[10] Mu’jam Ta,rifat, 16
[11] Ahmad Tafsir, 29
[12] Ahmad Tafsir, 29
sumber: akhsyahirul.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar