Tarbiyatul Abna

Ada satu buku yang ketika saya membacanya pertama kali dulu membuat saya tersentuh dan terharu. Saking terispirasinya pada buku ini, saya membuat nama blog saya persis seperti nama buku ini :) . Ya, buku itu berjudul Tarbiyatul Abna, Bagaimana Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mendidik anak, karya Syaikh Musthofa Al Adawi.

Berhubung ada teman ketika saya mereferensikan buku ini, testimoninya malah biasa saja, “biasa aja kok Mbak bukunya, kok nggak seperti yang mbak bilang.” Dalam hati saya sih kaget, “Hah! masa sih? padahal menurut saya bukunya bagus sekali… ” Akhirnya ada keinginan untuk menuliskan apa-apa yang menurut saya inspiratif. Jadi deh Saya mencoba memberanikan diri menuliskannya. Saya akan menuliskannya secara bertahap agar lebih mantap. InsyaAllahu Ta’ala… semoga dimudahkan Allah.

Pelajaran pertama, Rasulullah tidak menganggap remeh perasaan seorang anak kecil.
Salah satu hadits yang membuat saya terkagum-kagum adalah hadits dari Anas bin Malik, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam suka bergaul bersama kami (anak-anak), sampai-sampai beliau pernah bertanya kepada adikku, “Wahai Abu Umair apa yang dilakukan Nughair (burung kecil)?” (HR. Bukhari no 6129 dan Muslim 215)

Awal cerita hadits diatas adalah karena burung milik anak Abu Thalhah (Abu Umair, nama kun-yah) beliau mati. Rasulullah mendekatinya dan bertanya, “Mengapa Abu Umair bersedih?”. kata para sahabat (yang juga kecil-kecil itu) “Burung kecilnya telah mati.” Kemudian beliau berkata, “Wahai Abu Umair apa yang dilakukan Nughair.” ini adalah kata-kata hiburan yang diucapkan oleh Rasulullah.

Sungguh akhlaq yang sangat agung terkandung didalam hadits ini. Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam ditengah kesibukkannya sebagai kepala negara, pemimpin umat dan amirul jihad, sempat bertanya kepada seorang anak kecil, gerangan apakah yang membuatmu menangis…. Setelah tahu alasannya, beliau tidak menganggap remeh perasaan si anak yang telah ditinggal mati hewan kesayangannya. Perhatikanlah caranya, Beliau mendekati anak tersebut, beliau bertanya, beliau mengakui kesedihannya dan beliau menghiburnya! MasyaAllah… lihat bagaimana contoh kasih sayang Beliau. Beliau tidak mengatakan, “Udah… udah nggak apa-apa. Burung mati aja kok pake nangis begitu!”

Setelah membacanya, saya jadi malu sendiri. Secara pernah (sering malah) meremehkan perkara anak dengan alasan sibuk sedang banyak pekerjaan. Padahal mungkin saja ia hanya ingin diperhatikan dan dihibur seperti yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Kedua, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam memahami bahwa watak seorang anak adalah senang bercanda dan bermain.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bermain-main dengan anak berumur 5 tahun.

Dari Mahmud bin Ar Ruba’i berkata, “Nabi pernah mengambil air dari gayung lalu dia masukkan ke mulutnya kemudian menyemburkannya ke wajahku. Saat itu usiaku baru 5 tahun.” (HR. Bukhari no. 77)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dimasa kecilnya juga pernah bermain.

Disebutkan oleh Anas radhiyallahu anhu, pada suatu hari Jibril mendatangi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam yang sedang bermain-main bersama anak-anak. Jibril lalu menidurkan dan membelah dadanya lalu mengeluarkan jantung dan gumpalan darah ambil berkata: “Ini bagian dari setan. Kemudian Jibril mencuci jantungnya dengan air zamzam disebuah bejana terbuat dari emas. Setelah bersih Jibril mengembalikan jantung tersebut ke tempat semula. Anak-anak lain segera mendatangi ibu susuan Muhammad dan berkata: “Muhammad telah dibunuh!” setelah itu mereka beramai-ramai mendatangi Muhammad dan melihat warna kulitnya telah berubah. Anas berkata, “Aku melihat ada jahitan di dada beliau. (HR. Muslim no. 147)

Aisyah radhiyallahu anha, pernah bermain boneka besama teman-temannya.

Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Aku pernah bermain boneka bersama teman-temanku didekat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, jika Nabi masuk, mereka sembunyi, kemudian Nabi membiarkan mereka bermain bersama saya.”

Nabi Ya’qub mengijinkan Yusuf bersenang-senang dan bermain bersama saudara-saudaranya.

Saudara-saudara Yusuf berkata kepada Ayah mereka, “Utuslah yusuf bersama kami besok untuk bersenang-senang dan bermain.” (QS. Yusuf: 12)

Ya’qub (Ayah mereka) tidak mengingkari permintaan mereka untuk mengajak Yusuf bermain-main, tetapi Ya’qub hanya khawatir, dia berkata, “Sungguh aku sedih kalian berangkat bersama Yusuf, khawatir dia di terkam serigala sedang kalian lalai.” (QS. Yusuf: 13)

Demikian kiranya bahwa bermain itu adalah watak seorang anak. Bermain juga dapat menumbuhkan keberanian dan kedekatan orang tua dengan anak. Tidak percaya? coba saja terlibat dengan permainan-permainan anak Anda. Pasti anak-anak Anda akan sangat mencintai dan dekat dengan Anda. Seperti juga Rasulullah yang terlibat bermain dengan seorang anak berumur 5 tahun, setelah dewasa anak itu masih saja teringat dan meriwayatkan cerita itu menjadi sebuah hadits yang indah sekali. Ah…. Nabi benar-benar tauladan yang baik -MasyaAllah-.

sumber: tarbiyatulabna.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar