Perubahan dunia yang sangat pesat membuat persaingan hidup semakin meningkat. Para orangtua saat ini berlomba-lomba memberikan bekal pendidikan, yang dipercaya sebagai bekal terbaik bagi anak. Asumsi orangtua pada umumnya adalah semakin tinggi level pendidikan formal, semakin terjamin masa depan anaknya. Apakah benar demikian?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu melihat ke sekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang menganggur? Berapa jumlah lulusan luar negeri, yang setelah pulang ke Indonesia, tidak bisa bekerja atau tidak berhasil? Berapa banyak yang lulus cum laude, namun prestasi hidupnya biasa-biasa saja? Sebaliknya, ada banyak orang yang prestasi akademiknya biasa biasa saja, namun prestasi hidupnya sangat luar biasa. Jadi, sebenarnya prestasi akademik bukan jaminan keberhasilan hidup.
Penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnya menemukan satu hasil yang mencengangkan. Penelitian ini melibatkan 342 subjek penelitian yang merupakan lulusan dari berbagai disiplin ilmu. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa dari Colombia University. Dr. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa itu dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi. Hasil penelitian yang benar benar mengejutkan para peneliti itu adalah :
Mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya, dan mereka yang berhasil masuk dalam Phi Beta Kappa ternyata lebih cenderung berprestasi biasa biasa saja.
Hasil Penelitian ini membuktikan tidak ada hubungan langsung antara keberhasilan akademik dan keberhasilan hidup. Lalu faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia?
Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang karena konsep diri dapat di analogikan sebagai suatu operating system yang menjalankan suatu komputer. Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras komputer dan program yang di install, apabila sistem operasinya tidak baik dan banyak kesalahan, komputer tidak dapat bekerja maksimal. Hal yang sama berlaku bagi manusia.
Konsep diri adalah sistem operasi yang menjalankan komputer mental, yang memengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri ini setelah ter-install akan masuk ke pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88 % terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu waktu. Semakin baik konsep diri, semakin mudah seseorang untuk berhasil. Demikian pula sebaliknya.
Proses pembentukan konsep diri dimulai sejak anak masih kecil. Masa kritis pembentukan konsep diri adalah saat anak masuk sekolah dasar. Glasser, seorang pakar pendidikan dari Amerika, menyatakan lima tahun pertama di SD akan menentukan “nasib” anak selanjutnya. Sering kali proses pendidikan yang salah, saat di SD, mengakibatkan rusaknya konsep diri anak.
Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal yang menantang, takul gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya.
Sebaliknya, orang yang konsep dirinya baik akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi pemimpin yang andal. *
(Dikutip dari buku Kesalahan Fatal Dalam Mengejar Impian yang ditulis oleh Adi W. Gunawan)
sumber: rumahedukasi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar