Mendengarkan untuk Memahami Anak

Ketika anak-anak berbicara, mereka tidak selalu mengatakan sesuatu dalam cara-cara yang sama seperti halnya orang-orang dewasa. Jika kita ambil semua kata-kata yang mereka sampaikan, kita kemungkinan beresiko salah memahami apa yang sedang dikatakan mereka. Untuk mencegah kesalahpahaman semacam ini, kita bisa menyatakan kembali dalam kata-kata kita sendiri apa yang kita pikir mereka ingin mengatakannya. Berusaha menahan diri untuk mengatakan sesuatu yang bersifat menghakimi atau melakukan sejumlah usaha untuk mendisiplinkan mereka. Dengan cara-cara seperti ini, kita akan bisa  memastikan bahwa kita memahami inti apa yang sedang coba mereka ampaikan.

Sebagai contoh, ketika anak kami yang paling besar di suatu sore mengatakan,”Kadang-kadang aku benci sama Hasany” ada dorongan yang kuat untuk segera untuk menegur dia dari mengatakan seperti itu dan mengatakan padanya bahwa kami tidak bisa menerima komentar-komentar seperti itu. Yang perlu kita lakukan adalah pertama, kita menerima terlebih dahulu apa yang mereka katakan. Jangan  tergoda untuk segera menegurnya atas apa yang dia katakan atau cara dia mengatakannya. Kita bisa mengatakan sesuatu padanya seperti,” Sungguh?” atau ”Aulia benar-benar membeci Hasany?”dan kemudian tenang. Dengan melakukan seperti ini kita memberinya kesempatan untuk berbicara apa yang dia rasakan saat-saat tertentu tentang saudara laki-lakinya tersebut. Tanggapan seperti ini sangat sangat menolong kita terhindar dari kesalahpahaman terhadap dia dan membantu dia merasa nyaman untuk mengungkap lebih jauh apa-apa yang berkecamuk dalam pikirannya. Jika dia tidak  ingin melanjutkan percakapannya, kita bisa meninggalkan dia sendirian. Menjadi tidak mengherankan  jika suatu saat kita mendapati perilaku  dia terhadap saudara laki-lakinya telah berubah  menjadi lebih baik  daripada sebelum percakapan, karena dia merasa didengarkan , meskipun perilaku saudara laki-lakinya tersebut tidak berubah.

Contoh lainnya, ketika kita sedang mengantar anak-anak untuk latihan sepakbola dan mereka mengatakan bahwa sebenarnya mereka tidak pernah ingin untuk berlatih sepakbola lagi, kita mungkin, seperti kebanyakan orangtua, segera merasa tersinggung dan mempertahankan pentingnya latihan sepakbola. Kita mungkin akan mengatakan betapa menyenangkan sepakbola itu, bagaimana anak sahabat terbaik kita terpilih dalam tim sepakbola nasional, atau betapa asyiknya jalan-jalan dan mendapatkan udara segar. Alih-alih menanggapi segera perlunya latihan sepakbola, nyatakan kembali saja apa yang dikatakan anak Anda,”Kedengarannya kalian tidak ingin pergi untuk latihan sepakbola hari ini.” Mereka mungkin mengatakan, ”Ya benar, kami tidak ingin pergi untuk berlatih sepakbola hari ini,” dan dalam banyak kejadian, percakapan biasanya berhenti di sini. Perjalanan tetap dilanjutkan untuk tetap pergi berlatih sepakbola.  Hal ini penting sebagai persiapan yang baik untuk menjadi orang dewasa yang sukses: menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepada mereka sebaik mungkin meskipun mereka tidak menyukainya.

Menanggapi setiap komentar yang dibuat anak Anda sungguh tidaklah perlu. Sebagaimana halnya kita, sebagai orang dewasa, kadang-kadang melampiaskan perasaan dengan mengatakan hari yang melelahkan atau berada dalam minggu yang sulit, anak-anak tidak perlu mencari orangtua mereka untuk menanggapi setiap pernyataan yang mereka buat. Berbagi perasaan-perasaan mereka dengan orang dewasa yang mendengarkan tanpa menghakimi atau ”langsung menyimpulkan” memberi mereka peluang untuk merasa didengarkan. Seringkali kita semua merasa senang melampiaskan perasaan-perasaan kita tanpa dinasehati, dipertanyakan, dihakimi, atau bahkan dihibur. Jika selama waktu sunyi kita dapat mendisiplinkan diri kita sendiri untuk mendengarkan anak-anak berbicara tanpa menanggapinya setiap saat, maka insyaallah kita akan mampu untuk mengatakan dengan lebih mendalam, apakah mereka menyebutkan hal yang sama beberapa kali, kapan sebuah topik pembicaraan mereka sukai dan kapan itu hanya sebuah komentar yang berlalu begitu saja.

sumber: kurniawan.staff.uii.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar