Menerbitkan buku sendiri secara indie atau biasa disebut dengan “self publishing” nampaknya mulai mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Banyak penulis yang memilih menerbitkan bukunya sendiri, dan tidak menyerahkannya ke penerbit besar yang sudah mapan. Alasannya, antara lain, dengan menerbitkan buku sendiri, seorang penulis bisa terlibat secara penuh terhadap proses penerbitan bukunya, mulai dari layout, pembuatan desain cover, bahkan sampai pencetakan dan pendistribusiannya. Hal ini bisa menambah kepuasan jiwa dibanding bila bukunya diterbitkan oleh penerbit lain.
Di samping itu, alasan lainnya, margin keuntungan yang diperoleh juga jauh lebih besar dibanding ketika bukunya diterbitkan penerbit lain. Jikalau diterbitkan penerbit lain, paling-paling ia hanya memperoleh 10% dari harga jual bukunya (itupun masih dikurangi pajak 15%). Akan tetapi bila diterbitkan sendiri, ia akan mendapatkan seluruh laba dari penjualan bukunya.
Banyak penulis yang memilih jalan ini, yaitu menerbitkan bukunya sendiri. Yudi Pramuko adalah contoh penulis yang memilih menerbitkan bukunya sendiri. Penulis yang banyak menelorkan karya cemerlang itu, memulai mendirikan wirausaha penerbitan buku Taj Mahal pada akhir tahun 2003 dengan karya perdananya “Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis Aa Gym".
Tak sekedar menerbitkan bukunya sendiri, Yudi Pramuko juga terlibat aktif untuk mendorong lahirnya banyak penerbitan mandiri (selfpublishing). Sampai sekarang mungkin sudah ratusan penulis yang berhasil mendirikan penerbitan sendiri berkat motivasi penulis yang pernah meraih penghargaan ADIKARYA IKAPI tahun 2002 terbaik kedua kategori sastra anak itu.
Bahkan dalam bukunya “Rapor Merah Jaringan Islam Liberal, Hartono Ahmd Jaiz Dkk…” dengan tegas Yudi Pramuko menulis, “Apakah Anda ingin jadi pengarang yang kaya raya dan banyak uang? Jika jawabannya ya, maka jalannya adalah mendirikan dan mengelola penerbitan sendiri.”
“Katakanlah, mengarang adalah proyek idealis. Sedang, penerbitan adalah proyek bisnis. Maka gabungkan saja keduanya, mengarang dan penerbitan. Otomatis Anda menjadi pengarang yang banyak uang,” tulis Yudi Pramuko lebih lanjut.
Tak sekedar omdo alias omong doang, Yudi Pramuko telah membuktikan diri sebagai penulis yang sukses mendirikan wirausaha penerbitan buku. Sebagaimana ditulis dalam bukunya, ia menyebutkan banyak hal positif yang diperolehnya setelah menerbitkan bukunya sendiri, antara lain: bebas utang, menjadi pemilik penerbitan sendiri (bussines owner), ilmu bertambah, pergaulan dengan teman bisnis bertambah, citra diri kian positif, kebebasan menulis relatif besar (karena tidak kuatir ditolak dan diedit oleh penerbit lain), kemampuan infaq dan zakat mal bertambah, ibadah qurban menyembelih kambing dapat terlaksana setiap tahun, dan sebagainya.
Bahkan dengan suara gagah ia menulis, “Marilah berpikir bersamaku dengan teduh hati. Naskah buku yang sudah jadi, usahakan diterbitkan sendiri. Menjual naskah ke penerbit lain hanya dilakukan oleh orang yang menghindari sikap wirausaha. Namun, perlu kuingatkan juga, jalan wirausaha hanyalah sebuah kemungkinan yang selalu terbuka, dan menjanjikan. Bukan satu-satunya pilihan hidup yang tersedia.”
“Tidak semua orang tahan hidup sebagai seorang entrepreneur. Namun, lelaki yang ingin merintis jalan baru, jalan wirausaha, sebaiknya ia berenang dengan gagah perwira di lautan yang baru dan asing. Jangan jual naskah ke penerbit lain,“ tulisnya.
Pelajaran dari Mujahid Press
Apakah Anda pernah mendengar nama Mujahid Press? Ya, Mujahid Press adalah nama sebuah penerbit buku-buku Islami di Bandung. Penerbit ini sempat meroket namanya. Buku-buku yang diterbitkannya sempat merajai pasar buku. Di antara bukunya yang laris manis antara lain Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, Pacaran Islami Adakah?, Bila Jodoh Tak Kunjung Datang, Muslimah yang Kehilangan Harga Diri, Remaja Korban Mode, Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, dan sebagainya.
Tahukah Anda, buku-buku laris bak kacang goreng itu ditulis sendiri oleh Abu Al-Ghifari, yang merupakan nama pena dari Toha Nasrudin, yang tak lain adalah owner (pemilik) dari penerbit Mujahid Press itu sendiri. Memang, Toha Nasrudin alias Abu Al-Ghifari merintis penerbitan Mujahid Press melalui apa yang disebut self publishing.
Mujahid Press dirintis pada tahun 2002 dengan modal minim. Seperti yang dikemukakan Toha Nasrudin dalam e-book-nya berjudul Peta Harta Karun, ia mendirikan Mujahid Press dengan pinjaman modal satu juta rupiah hasil jual emas istrinya. Emas itu adalah mahar yang diberikan saat menikahi istrinya.
Buku pertama yang diterbitkannya berjudul Muslimah yang Kehilangan Harga Diri. Buku pertama itu beroplag seribu eksemplar, dengan hanya mengeluarkan dana kurang dari Rp 1.500.000,-. Toha Nasrudin bisa menekan biaya cetak sedemikian rupa, karena memang hampir semua proses penerbitan bukunya dilakukannya sendiri, seperti membeli kertas dan penjilidan.
Buku pertamanya terbilang sukses di pasaran. Cetakan pertamanya ludes terserap pasar dalam hitungan hanya tiga minggu. Kemudian disusul cetakan kedua. Begitu seterusnya, sehingga Toha Nasrudin mencetak buku-buku lainnya, seperti Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, kemudian Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, kemudian Bila Jodoh Tak Kunjung Datang.
Nyaris buku-buku yang diterbitkannya meledak di pasaran. Sehingga menjadikan Mujahid Press melesat bak meteor. Kurang dari tiga tahun sejak resmi berdiri januari 2002, omzet yang dihasilkan mencapai lebih dari lima milyar rupiah. Dari omset itu, di tempat kelahirannya, Toha Nasrudin dapat membangun bangunan cukup megah senilai Rp 2 milyar sebagai tempat tinggal sekaligus kantor utama Mujahid Press, lengkap dengan gudang dan tempat (sebagian) proses cetak serta sarana olah raga. Gedung itu dibangun kurang lebih satu tahun setelah Mujahid Press dikukuhkan badan hukumnya sebagai CV pada September 2003.
Semua capaian itu berawal dari statement seorang penulis kawakan yang didengarnya. Statement itu berbunyi “Penulis Indonesia tak mungkin kaya”. Dalam kesempatan lain ia mendengar, “Penulis harus siap miskin”. Benarkah?
Bertahun-tahun pertanyaan itu membekas di hatinya dan menjadi bahan pemikirannya. Apalagi realitas menunjukkan, penulis kawakan itu memang hidup miskin. Telah berkiprah di dunia kepenulisan selama 50 tahun, namun belum mampu membangun rumah sendiri. Hingga usianya yang hampir kepala tujuh, ia masih saja ngontrak.
Namun, Toha Nasrudin tidak serta merta terbuai dengan statement itu. Bartahun ia berpikir untuk menumbangkan statement itu. Ia yakin nasib penulis tidak akan separah itu jika menjalaninya dengan penuh kreativitas. Dan kini, Toha Nasrudin telah membuktikan, bahwa penulis itu bisa kaya.
“Penulis insya Allah kaya, bukan sekedar kaya hati, wawasan dan pengalaman, tapi sejahtera dari segi materi. Menerbitkan karya sendiri (self publishing) adalah satu-satunya jalan pintas untuk semua itu,” tulis Toha Nasrudin alias Abu Al-Ghifari dalam sebuah e-booknya.
Masih banyak sebenarnya kisah-kisah sukses penulis yang melakukan self publishing. Namun cukuplah dua kisah saja yang saya hadirkan, guna memberikan spirit dan suntikan motivasi bagi Anda untuk BERANI menerbitkan buku sendiri. Pertanyaan yang menyeruak di benak Anda barangkali adalah, sebenarnya apakah yang dimaksud self publishing itu? Dan bagaimana melakukannya?
Inti dari self publishing sebenarnya adalah menerbitkan karya kita sendiri, tidak menyerahkannya ke penerbit lain untuk diterbitkan mereka. Dengan demikian, kitalah yang menjadi penerbit bagi karya kita sendiri. Untuk lebih memudahkan pemahaman, mungkin bisa meminjam penjelasan yang disampaikan oleh Jonru, seorang writerpreneur, dalam e-book-nya yang berjudul Menerbitkan Buku Itu Gampang.
Jonru menulis, “menerbitkan sendiri” (self publishing) sebenarnya tak ubahnya seperti seorang ibu rumah tangga yang berbisnis kue. Ia mencari sendiri bahan-bahannya ke pasar, mulai dari tepung terigu, telur, minyak goreng, dan sebagainya. Lalu, ia pulang ke rumah dan mengolah bahan-bahan itu menjadi kue yang lezat cita rasanya. Setelah jadi, kue-kue itu dikemas semenarik mungkin, lalu ia distribusikan ke sejumlah toko di dekat rumahnya. Esoknya, ia mendatangi toko-toko itu satu per satu untuk menagih uang hasil penjualan.
Menurut Jonru, self publishing sama dengan do it yourself. Semua Anda kerjakan sendiri, mulai dari menulis buku, mengeditnya, mendesain tampilannya, mencetaknya, mendistribusikannya, hingga mempromosikannya. Anda adalah penulis merangkap editor, merangkap penerbit, merangkap desainer, merangkap distributor, merangkap staf marketing dan promosi. [halaman 74].
Pada praktiknya, Anda tidak harus melakukan semua deretan pekerjaan itu. Karena toh Anda mungkin tidak bisa melay-out isi buku, apalagi membuat desain sampul buku yang menawan. Anda pun tidak memiliki mesin cetak dan mesin wrapping untuk mengemas buku. Untuk itu, Anda bisa menyewa orang atau meminta lembaga yang melayani jasa penerbitan buku.
Tugas Anda hanya menulis naskah dan mengeditnya serapi mungkin untuk siap diterbitkan, kemudian pihak lembaga jasa yang akan melay-out naskah Anda, membuatkan desain sampul yang menarik, mengurus ISBN (International Standard Book Number), kemudian mencetaknya, dan mengemasnya menjadi buku siap jual. Anda tinggal menyiapkan biayanya.
Kemudian kalau Anda masih buta terhadap cara mendistribusikan buku ke toko-toko buku besar seperti Gramedia, Anda juga bisa sekaligus meminta bantuan lembaga jasa itu. Pertanyaan yang mungkin ada di benak Anda, berapa perkiraan dana yang harus dipersiapkan untuk menerbitkan sebuah buku dan menyewa lembaga jasa? Mahalkah?
Insya Allah hal itu akan dibahas di pembahasan selanjutnya. Sekarang, kita cukupi sekian dulu pembahasan “Engkau Bisa Menerbitkan Bukumu Sendiri”. Simak catatan-catatan kami selanjutnya. Semoga bermanfaat!
Memperkirakan Kebutuhan Dana Selfpublishing
Berapakah dana yang dibutuhkan untuk menerbitkan sebuah buku? Pertanyaan ini banyak dilontarkan, terutama oleh mereka yang tertarik dengan wacana selfpublishing alias ingin menerbitkan bukunya sendiri.
Tentu, pertanyaan di atas tidak bisa dijawab dengan memberikan kepastian, karena kebutuhan dana self publishing ditentukan oleh banyak variabel menyangkut spesifikasi dan atau kualifikasi buku yang akan diterbitkan, termasuk juga sejauh mana Anda bisa menyiapkan sendiri tahapan-tahapan dalam penerbitan buku Anda.
Untuk lebih mudahnya, Anda akan saya ajak untuk menyimak simulasi berikut ini:
Misalnya Anda mau menerbitkan buku setebal 200 halaman, dengan oplag 500 eksemplar, maka perkiraaan dana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Proses Pra Cetak
Tahap pra cetak ini meliputi:
1. Penyuntingan dan mengemasan naskah sehingga siap untuk diterbitkan.
2. Lay out isi buku.
3. Pengurusan ISBN
4. Pembuatan sampul buku (cover)
Asumsinya Anda belum memiliki pengalaman, sehingga seluruh proses pra cetak Anda serahkan kepada lembaga jasa, maka dana yang harus Anda keluarkan untuk tahap pra cetak penerbitan buku Anda adalah:
1. Jasa penyuntingan : -+ Rp 500.000,-
2. Jasa Lay out : -+ Rp 400.000,-
3. Jasa Pengurusan ISBN : Rp 100.000,-
4. Jasa pembuatan cover : -+ Rp 500.000,-
Hasilnya, total naskah siap terbit, dana yang perlu Anda persiapkan adalah: -+ Rp. 1.500. 000,-
Tahap 2: Proses Cetak
Tahap selanjutnya adalah proses pencetakan buku Anda. Tentu, karena tidak memiliki percetakan sendiri, Anda mempercayakannya ke lembaga jasa atau pihak percetakan. Adapun spesifikasi buku Anda sebagai berikut:
~Ukuran : 20,5 x 14 cm
~Tebal : 200 halaman
~Isi : HVS putih 70 gr
~Perlakuan cover : DOFT (cover lembut permukaan dan warnanya)
~Jumlah/oplag : 500 eks
~Finishing : jilid binding + sring plastik
Berdasarkan spesifikasi di atas, harga per buku jatuhnya sekitar Rp 8.500,-.
Dengan demikian, perkiraan biaya cetak adalah 500 eks x @ Rp 8.500,- = Rp 4.250.000,-
Berarti jasa penerbitan (prose pra cetak) + jasa percetakan adalah:
Total biaya = Rp. 1.500.000 + Rp 4.250. 000 = Rp. 5.750.000,- (Lima Juta Tujuh ratus Lima Puluh Ribu rupiah)
Jumlah di atas masih bisa berkurang jika Anda bisa melakukan tahap-tahap pracetak sendiri. Juga jika Anda mencetak lebih banyak lagi (misalnya sampai 3000 atau 5000 eks), maka harga per buku pun akan jauh semakin murah.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat. Selamat Menerbitkan Buku Anda Sendiri!
10 Langkah Penting Selfpublishing
Ketika Anda memutuskan untuk menerbitkan buku sendiri (self publishing), berarti semua proses penerbitan, mulai dari penyuntingan naskah, lay out isi, pembuatan sampul/desain cover, pengurusan ISBN, pencetakan, pengemasan, bahkan sampai distribusi, Andalah yang mengerjakannya. Meskipun pada akhirnya, karena sesuatu dan lain hal, misalnya karena kesibukan dan keterbatasan kemampuan, Anda tidak mengerjakannya sendiri semua proses itu, namun Andalah yang memimpin dan mengendalikan “proyek” itu. Andalah yang mengorganisir semua pekerjaan itu.
Sulitkah melakukan semua itu? Kalau belum pernah melakukannya dan mengerti tahapan-tahapannya, mungkin terasa njlimet. Namun pada dasarnya sangat mudah. Apalagi kalau sudah terbiasa melakukannya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini saya sampaikan langkah-langkah atau tahapan-tahapan penting yang harus Anda persiapkan dan lalui ketika ingin melakukan selfpublishing. Apa saja itu? Simak berikut ini:
Pertama, menyiapkan naskah. Sebelum semuanya dimulai, siapkanlah naskah yang akan diterbitkan. Naskah yang siap diterbitkan adalah naskah yang sudah lengkap dan telah tersunting rapi. Bila naskah itu diterbitkan untuk tujuan komersial, naskah yang akan diterbitkan harus sudah dipertimbangkan kemungkinan akan bisa diterima pasar. Artinya, buku itu berpotensi untuk laris karena memiliki nilai jual tinggi. Dalam hal ini, yang penting dicatat, dalam logika dan fakta buku laris, “buku berkualitas” tidak identik dengan “buku laris”.
Banyak buku yang berkualitas, namun tidak laku di pasaran. Dan banyak buku yang “biasa-biasa saja”, namun laris tersedot pasar. Fakta ini bukan lantas menyurutkan langkah untuk menulis buku yang berkualitas, tapi justru merupakan tantangan untuk menulis buku laris yang berkualitas. [Insya Allah di kesempatan lain akan saya ulas tentang “Rahasia Buku Best Seller”].
Kedua, menyiapkan dana. Setelah mempersiapkan naskah, dana untuk membiayai proses penerbitan buku Anda harus Anda persiapkan. Besaran dana yang perlu Anda persiapkan bersifat relatif menyesuaikan spesifikasi dan kualifikasi buku yang akan Anda terbitkan, misalnya ketebalan buku dan jenis kertas.
Hitungan besaran dana juga menyesuaikan, apakah proses penerbitan pada tahap pra cetak, seperti penyuntingan, lay out isi, pembuatan sampul, dan pengurusan ISBN, bisa Anda kerjakan sendiri, atau menyewa lembaga jasa. Bila Anda lakukan sendiri (baik sebagian atau keseluruhan), hal itu akan menekan kebutuhan dana penerbitan. Namun, bila dikerjakan oleh lembaga jasa, maka dana penerbitan akan sedikit membengkak. Bila belum berpengalaman, langkah amannya memang menggandeng lembaga jasa yang sudah berpengalaman.
Ketiga, menciptakan nama dan logo penerbitan. Namanya juga self publishing, menerbitkan karya sendiri, maka nama penerbitan juga harus Anda persiapkan dan rumuskan, berikut logonya. Jangan asal memberi nama. Nama penerbitan itu harus mengandung brand yang kuat, mudah diingat, dan memuat intisari visi penerbitan yang akan Anda bangun. Saya misalnya, menamai penerbitan saya dengan OASE QALBU. Nama itu saya pilih karena saya bertujuan untuk menggugah jiwa dan mencerahkan hati masyarakat dengan serangkaian buku-buku penuh hikmah dan motivasi ibadah yang saya terbitkan.
Keempat, melay-out naskah. Ini pekerjaan cukup vital yang menjadi salah satu inti dari penerbitan buku Anda. Bila Anda tidak terbiasa atau belum bisa melay-out sendiri naskah Anda, maka sebaiknya, pekerjaan ini diserahkan kepada lay-outer freelance yang terbiasa menerima order lay-out naskah buku atau bisa lewat lembaga jasa yang memiliki tim yang berpengalaman di dalamnya. Tugas Anda cukup menyampaikan naskah mentah (biasanya dalam file microsoft word) dan ukuran buku serta style layout yang Anda inginkan.
Kelima, membuat desain cover. Cover memegang peranan penting dalam sebuah penerbitkan buku. Nilai jual buku Anda, salah satunya ditentukan oleh daya tarik cover buku Anda. Karena itulah, jangan main-main dengan desain cover. Buatkah desain cover yang bagus dan menarik. Bila Anda tidak bisa membuat desain cover yang bagus dan menawan, Anda bisa memesannya kepada desainer freelance yang biasa menerima order pembuatan cover buku. Anda tinggal mempersiapkan teks dan ornamen atau ilustrasi (bila ada) yang akan dimasukkan dalam cover buku tersebut.
Keenam, mengurus ISBN. Apa itu ISBN? ISBN adalah kepanjangan dari International Standard Book Number. Menurut Pamusuk Eneste dalam “Buku Pintar Penyuntingan Naskah” [edisi 2], ISBN adalah “….bahasa internasional sebagai sarana informasi, komunikasi, dan transaksi perbukuan, memiliki manfaat sangat banyak, antara lain dapat digunakan sebagai unsur-unsur inventarisasi, pemesanan, dan pengangkutan….”.
Di Indonesia, lembaga yang mengelola ISBN adalah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), berkedudukan di Jakarta. Pengurusannya relatif mudah dengan biaya yang murah. Per bukunya hanya Rp 60.000,- untuk mendapatkan nomor ISBN dan Barcode.
Ketujuh, menentukan kualifikasi buku. Setelah semuanya beres, naskah telah dilayout dan cover telah dibuat, maka langkah penting selanjutnya adalah menentukan kualifikasi buku Anda, misalnya menyangkut jenis kertas, proses percetakan, dan perlakuan untuk finishing cover buku.
Jenis kertas misalnya, apakah Anda akan menggunakan kertas buram atau HVS putih. Proses percetakan misalnya, apakah halaman isi buku akan dicetak dengan kalkir atau film. Dan finishing cover buku Anda, misalnya akan menggunakan UV atau DOF, semuanya Andalah yang menentukan. Kalau Anda belum memahami istilah-istilah itu, bisa ditanyakan kepada pihak percetakan. Anda mungkin bisa memberikan contoh kualifikasi buku yang Anda inginkan dengan menyodorkan buku yang sudah ada.
Kedelapan, mencetak dan mengemas buku. Dalam mencetak dan mengemas (wraping) buku, pilihlah percetakan yang telah berpengalaman. Jangan mengambil risiko dengan menyerahkan naskah Anda untuk dicetak di percetakan yang masih coba-coba. Pilih percetakan yang berpengalaman dan telah terbukti hasil cetakannya bagus dan berkualitas. Apa jadinya bila cetakan buku Anda buruk? kredibilitas buku Anda diragukan, dan di pasaran bisa-bisa buku Anda jeblok alias tidak laku.
Kesembilan, menentukan harga jual buku. Setelah buku jadi dan terkemas rapi serta menjadi produk yang siap dipasarkan, maka tugas Anda adalah menentukan harga jual buku Anda. Bagaimana caranya? Rumus yang umum digunakan adalah, keseluruhan biaya produksi (biaya penyuntingan, layout, cover, ISBN, dan biaya cetak) dibagi jumlah oplag buku, lalu dikalikan lima [bahkan ada yang mengalikan 5,5 atau 6]. Hasilnya adalah harga buku Anda.
Contoh, biaya produksi Rp 10.000.000,- dibagi jumlah cetak 2.000,- eksemplar (ketemu harga produksi @ Rp 5.000,-) dikalikan 5 = Rp 25.000,-. Dengan demikian, harga jual (bruto) buku Anda di toko adalah Rp 25.000,-. Gampang bukan?
Kesepuluh, menditribusikan buku. Dalam mendistribusikan buku, misalnya ke Gramedia, Anda tidak perlu susah payah mengantarkannya sendiri. Anda bisa bekerja sama dengan lembaga distribusi profesional. Merekalah yang akan mendistribusikan buku Anda ke seluruh tokoh buku di seluruh Indonesia. Biasanya mereka meminta rabat, yang kemudian akan di-share dengan toko buku, sekitar 50 – 55 %.
Apakah rabat sebesar itu akan membuat Anda rugi? InsyaAllah tidak. Toh Anda telah mengkalikan biaya produksi lima kali lipat, sehingga apabila dikurangi rebat sebesar itu, Anda masih akan tetap untung. Sekedar contoh, dengan asumsi hitungan di atas, keseluruhan asset Anda bila terjual adalah harga jual buku (Rp 25.000,-) dikali jumlah oplag buku (2000 eks) hasilnya adalah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Inilah asset keseluruhan Anda sebelum dishare dengan distributor.
Bila dikurangi, misalnya 50% untuk distributor, maka total asset bersih Anda menjadi Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Sedang modal Anda tadi adalah Rp 10.000.000,-. Masih untung bukan?
Begitulah kira-kira, langkah-langkah atau tahapan-tahapan penting yang perlu Anda persiapkan dan lalui dalam melakukan selfpublishing. Sangat mudah bukan? Semoga bermanfaat dan selamat menerbitkan buku sendiri, semoga sukses! Amin.
*)Catatan kreatif: Badiatul Muchlisin Asti
Godong, Grobogan, 3 Mei 2010 http://jasapenerbitanbuku.blogspot.com/2010/05/10-langkah-penting-selfpublishing.html
Abadikan Namamu dengan Menerbitkan Buku
Alangkah bahagianya bila buku yang kita tulis itu terbit dan dibaca oleh banyak orang. Itulah kebahagiaan jiwa seorang penulis yang tidak bisa dikalkulasi dengan uang. Dengan buku, berarti kita telah mendokumentasikan ide dan pikiran kita, untuk terus dikenang dan terus abadi. Simaklah dua kutipan berikut ini:
“Karya-karya tulis akan kekal sepanjang masa. Sementara penulisnya hancur terkubur di bawah tanah.” [Ali Mustafa Yaqub]
"Jika engkau tidak ingin dilupakan segera setelah berkalang tanah nantinya, tulislah sesuatu yang layak dibaca, atau lakukan sesuatu yang layak ditulis." [Benjamin Franklin]
Ketika mengisi pelatihan menulis buku, saya sering mengajukan ke peserta sebuah pertanyaan? “Tahukah Anda nama kakek-nenek dari kakek-nenek Anda?” Kebanyakan peserta menjawab, “Tidak tahu.”
Kemudian saya bertanya lagi, “Tahukah Anda Imam Al-Ghazali atau Imam Syafi’i?” Mereka rata-rata menjawab “Tahu.” Imam Al-Ghazali adalah penulis kitab Ihya’ Ulumuddin, dan Imam Syafi’i adalah ulama besar pendiri madzhab Syafi’i.
Saya pun bertanya, “Mengapa Anda tahu Imam Al-Ghazali dan Imam Syafi’i yang hidup ratusan tahun lalu, sementara Anda tidak tahu nama kakek-nenek dari kakek-nenek Anda sendiri?”
“Jawabannya adalah,” kata saya kemudian, “Karena Imam Al-Ghazali dan Imam Syafi’i menulis buku, sedang kakek-nenek dari kakek-nenek Anda tidak.”.
Ya, menulis buku memang merupakan salah satu cara mengabadikan nama kita, sekaligus mengabadikan ide dan pikiran kita, agar terus memancarkan manfaatnya sepanjang waktu. Ide dan pikiran yang tidak dibukukan, akan hilang tergerus zaman seiring kematian pemiliknya. Sedang ide dan pikiran yang dibukukan, manfaatnya akan terus abadi menembus zaman.
*) Catatan kreatif: Badiatul Muchlisin Asti
sumber: trimudilah.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar