Fase Tadrib dan Fase Taklif pada Anak


Oleh: Adriano Rusfi

Dari sisi beban tanggung jawab agamanya, maka perjalanan hidup manusia terbagi dalam tiga periode: masa pra-latih (di bawah 7 tahun), masa pelatihan/ tadrib (7 - 12 tahun), dan masa pembebanan/taklif (di atas 12 tahun).

Maka orangtua yang bijak adalah orangtua yang menempatkan sang anak pada tempatnya. Mereka tak akan membebani anak sebelum masanya. Dalam hal ini tak berlaku kaidah lebih cepat lebih baik. Hendaklah para orangtua takut akan datangnya Hari Pengadilan, di mana seorang anak mengadukan orangtuanya kepada Allah, karena mereka dipaksa latih sebelum waktunya, dan dibebani taklif syar'ie sebelum waktunya.

Saat ini banyak para orangtua dengan semangat beragama menggebu-gebu ingin sesegera mungkin melekatkan identitas syar'iyyah kepada anak-anaknya. Padahal agama menetapkan bahwa pelatihan dan pembiasaan syari'ah dimulai pada usia 7 tahun. Contohnya : banyak orangtua yang telah menjilbabkan anak gadisnya pada usia yang masih sangat kecil, jauh sebelum 7 tahun, bahkan bayi. Maksudnya tentunya sangat baik, dalam rangka pembiasaan sejak dini.

Begitu juga dengan orangtua yang menargetkan jumlah hafalan Al-Qur'an tertentu pada anak usia dini. Status ini saya buat karena saya sedang menghadapi kasus siswa-siswa SMA yang dilaporkan orangtua mereka sebagai "tak lagi berkomitmen pada Islam". Padahal waktu kecilnya mereka ditanamkan Al-Islam dengan baik dan ketat.

Dalam Islam, ada tiga periodisasi pendidikan yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan dibakukan oleh sejumlah ulama, seperti DR. Abdullah Nasih 'Ulwan dalam kitab "Tarbiyatul Aulad".

Usia tadrib dimulai dari 7 tahun. "Perintahkanlah anakmu shalat saat dia telah berusia 7 tahun" [Hadits]. Sedangkan usia taklif adalah saat aqil-baligh (agama menyebut mereka sebagai mukallaf).

Kalau toh ada sejumlah ulama yang mengalami akselerasi, saya yakin itu bukan hasil drilling para orangtua mereka. Tapi atas kesadaran sendiri karena nilai-nilai cinta yang telah ditanamkan para orangtua. Lalu orangtua memandu anak yang atas cinta dan kesadaran sendiri ingin menghafal AlQur'an dsb.

Jadi, walaupun kewajiban belajar calistung baru dimulai pada usia 7 tahun, tapi jika anak atas kemauan sendiri ingin belajar pada usia 5 tahun, ya silakan langsung dipandu. Jangan ditunda-tunda dengan alasan "belum waktunya". Dan kunci dari "kesadaran sendiri" ini adalah KETELADANAN.

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perintahkanlah anak-anakmu shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun".

Saat itu saya bertanya-tanya, kenapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak berkata: "Perintahkanlah anak-anakmu shalat sedini mungkin" ???

Ternyata masa 7 tahun itu adalah masa memulai sebuah proses tadrib syar'ie. Teori-teori psikologi sangat banyak bicara rentang usia 7 - 12 tahun ini. Ternyata, Allah dan RasuNya selalu benar. Maka sebagai ummatnya, kita ya mengikut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saja lah...

Tidak ada salahnya anak melatih dirinya sebelum itu, selama atas kesadarannya sendiri, hasil motivasi dan keteladanan dari kedua orangtuanya. Itulah yang disebut dalam psikologi sebagai Learning Readiness.

Tugas pendidikan sebelum 7 tahun adalah: TANAMKAN CINTA ATAS ALLAH. AL-ISLAM, RASULULLAH DAN ALQUR'AN, MELALUI MOTIVASI DAN KETELADANAN. Jika karena dorongan cinta itu akhirnya anak atas KEHENDAKNYA SENDIRI ingin mentadrib dirinya dengan syari'ah sebelum 7 tahun, maka tak dilarang membantu anak untuk melakukannya.

Misalkan contoh tadi, memaksakan berjilbab pada usia pra-latih itu nggak boleh, Tapi kalau anaknya sendiri yang kepengen, karena termotivasi atas keteladanan orangtuanya, ya silakan. Itu alhamdulillah banget.

Sekali lagi, jangan sampai anak kita kelak di Mahkamah Allah mengcomplain kita, karena kita merampas hak-hak yang telah Allah berikan pada mereka.

KENYANGKAN HAK ANAK PADA WAKTUNYA, MAKA IA AKAN MELAKSANAKAN KEWAJIBANNYA PADA WAKTUNYA.

Lebih banyak orang tua yang "santai" namun bertanggung jawab dalam pendidikan agama anak-anaknya, ternyata menghasilkan anak-anak yang lebih komit pada agamanya, daripada analk-anak hasil drilling dan paksaan orangtua.

Jangan lupa : KEHIDUPAN BAGAIKAN LARI MARATHON, DAN AKHIR ITU LEBIH PENTING DARIPADA PERMULAAN.

Pendidikan dasar harus kuat landasan agamanya. Yang salah adalah kalau di sekolah agama tersebut anak-anak kurang mendapatkan sentuhan aqidah, tapi malah syari'ah dan akhlaq melulu. Walau yang utama adalah tanggung jawab pendidikan agama itu di rumah, bukan di sekolah.

Allah menyatakan bahwa syariah itu taklif (beban), sesuatu yang anak nggak suka. Hanya aqidah lah yang membuat segala hal yang berat menjadi terasa ringan.

TAK AKAN ADA ANAK YANG MENCINTAI SHALAT. NAMUN JIKA DIA MENCINTAI ALLAH, MAKA DIA AKAN MENEGAKKAN SHALAT DENGAN PENUH KECINTAAN.

Landasan dari semua amal shaleh adalah iman/aqidah. Iman itu yang akan melahirkan kecintaan pada alhaq dan kebencian pada albathil. Rasulullah sendiri membangun iman selama 13 tahun di Makkah, baru menegakkan sebagian besar syari'ah di Madinah. Maka, kunci utama pendidikan aanak adalah keimanan. Inilah yang harus ditekankan pada pendidikan usia dini.

MISI PENDIDIKAN ANAK KITA ADALAH MEMBENTUK MUSLIM KAAFFAH, BUKAN MEMBENTUK MUSLIM SPESIALIS AGAMA.

Ada anak dari kecil sudah dipesantrekan, sudah hafidz qur'an. Tapi menginjak dewasa malah kabur dari pesantren. Ada dua penyebabnya:
Pertama, iman dan keridhaan atas Allah sebagai rabb, Islam sebagai AdDiin, Muhammad sebagai Rasul tidak lagi menjadi landasan pendidikan agama anak-anak kita. Segalanya dibentuk paksa.
Kedua, segalanya dilakukan tidak pada waktunya. Ada semangat keislaman yang menggebu-gebu, tapi tanpa ilmu.

ANAK-ANAK YANG DIPESANTRENKAN, MAKA DO'A ANAK TAK AKAN SAMPAI PADA ORANGTUANYA, KARENA BUKAN ORANGTUA MEREKA YANG MENDIDIK MEREKA DIWAKTU KECIL.

Pesantrenkanlah anak setelah mereka aqil-baligh. Karena tujuan dari pendidikan adalah imunisasi, bukan sterilisasi. Yang kita inginkan adalah  nak yang imun: anak yang kebel dari penyakit, walau disekitarnya banyak penyakit. Anak yang disterilisasi dari "penyakit" justru akan mudah terkena penyakit. Dan Allah baru akan mengakui hambaNya beriman jika hambaNya telah melalui ujian iman.

sumber: www.facebook.com/adriano.rusfi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar