Keharaman Musik

Oleh: Isnan W bin Abdul Qadir

Latar Belakang

Bukanlah suatu hal yang aneh bagi masyarat ketika mereka dengan sengaja mendengarkan sebuah lagu nasyid yang mereka anggap sebagai bagian dari da’wah Islam. Ditambah lagi dengan banyaknya media yang bisa digunakan untuk mendengarkan musik seperti radio, televisi, handphone, MP3, komputer dan yang lainnya. Mayoritas mereka tidak tahu kalau Allah telah mengharamkannya dan mencelanya baik dalam Al-Qur an maupun dalam As-Sunnah.

Namun yang lebih mengherankan dan sangat disayangkan sekali adalah perbuatan sebagian ikhwan yang saya yakin mereka telah mengerti akan hukumnya namun menyepelekan masalah ini. Mereka cenderung menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kecil dan biasa saja. Padahal dengan mendengarkannya berarti kita telah berta’awun (tolong-menolong) dalam kemaksiatan, dan yang lebih kita takutkan adalah ketika orang awam mengetahuinya maka mereka menganggap hal itu adalah sesuatu yang boleh-boleh saja karena kebiasaan mereka yang suka bertaklid kepada seorang ustadz atau orang yang dianggap mengerti tentang agama.

Untuk itulah kami rasa perlu untuk menulis sebuah makalah singkat ini. Kami ingin lebih menjelaskan bahwa sebenarnya bukan hanya dari hadits saja yang menjelaskan tentang keharamannya, tapi ayat Al-Qur an pun menjelaskan akan hal itu. Juga termasuk pendapat para imam madzhab tentang hal ini, bahwa sebenarnya tidak ada perselisihan sama sekali dikalangan mereka tentang keharaamannya. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, wallahul musta’an.

Dalil-Dalil dari Al-Qur an Yang Menjelaskan Tentang Haramnya Musik

@ Qs. Luqman 6

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadits untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan, bagi mereka siksa yang menghinakan.”

Ibnu Katsir berkata: “Setelah Allah menyebutkan tentang keadaan orang-orang yang bahagia yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk dari Al Qur’an dan mengambil manfaat darinya dengan mendengarkannya, maka setelah itu diikuti dengan penyebutan keadaan orang-orang yang celaka yaitu orang-orang yang tidak mau mengambil manfaat dari kalamullah dan mereka malah lebih memilih untuk mendengarkan suara seruling, nyanyian, yang (diiringi) dengan alat-alat musik, sebagaimana firman Allah dalam ayat di atas”.

Al-Hasan Al-Bashri rahimallahu ta’ala berkata tentang ayat tersebut: “Ia adalah nyanyian dan alat musik.”

Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu mengatakan: “Yang dimaksud adalah Al-Ghinaa (nyanyian), demi Allah yang tidak ada Ilah melainkan Dia”, beliau mengulang kata-kata itu sebanyak tiga kali. (Tafsir AlQur anil ‘Azhim, 3/582-583)

Atha’ Al-Khurasani berkata tentang ayat di atas: “Ia adalah nyanyian, sesuatu yang bathil dan alat musik”. (Ad-durrul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, 6/507)

Mujahid berkata tentang ayat diatas : “Ia adalah permainan yaitu gendang.” (Al-Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur an, juz 20/129)

Maksud lafadz “liyudhilla an sabilillah” adalah (memalingkan dari) berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur an. (Ad-durrul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, 6/507)

Sementara lafadz “wayattahidzaha huzuwa” maknanya sebagaimana dikatakan oleh Mujahid yaitu: Mengambil jalan Allah sebagai olok-olokan. Sementara Qatadah mengatakan “Yang dimaksud adalah mengambil ayat Allah sebagai olok-olokan”. Dan perkataan Mujahid lah yang lebih utama. (Tafsir AlQur anil ‘Azhim, 3/583)

Imam As-Suyuti dan Imam Asy-Syaukani dalam tafsir mereka tentang ayat di atas, keduanya menyebutkan sebuah hadits yang sama, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dari Abdur-Rahman bin ‘Auf bahwasannya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

إنما نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ومزامير شيطان ، وصوت عند مصيبة خمش وجوه وشق جيوب ورنة شيطان

“Sesungguhnya saya tidak melarang (kamu) menangis, tapi saya melarangmu dari dua suara (yang menunjukkan) kedunguan dan kejahatan yaitu suara ketika gembira, yaitu bernyanyi-nyanyi, bermain-main, dan seruling-seruling syaithan dan suara ketika mendapat musibah, memukul-mukul wajah, merobek-robek baju, dan ratapan-ratapan syaithan.” (Dikeluarkan oleh Al Hakim, Al Baihaqi, Ibnu Abiddunya, Al Ajurri, dan lain-lain)

Dalam ayat di atas (Qs. Luqman 6) terdapat petunjuk bahwa mendengarkan musik dan lagu adalah sebagian dari sebab-sebab sesat dan menyesatkan, memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, dan enggan serta takabbur mendengarkannya.

Allah telah melarang siapa yang melakukan tindakan-tindakan tersebut dengan adzab yang menghinakan dan adzab yang pedih. Kebanyakan ulama menafsirkan “Perkataan yang tidak berguna“ dalam ayat tersebut dengan lagu dan musik serta segala bentuk suara yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.

@ Qs. Al-Isra 64

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ

“Dan hasunglah siapa saja yang kau sanggupi dari mereka dengan suaramu.”

Mujahid berkata: “Yang dimaksud adalah nyanyian dan permainan (alat musik).”

Ibnu Abbas radiyallahu anhu berkata: “Segala perkara yang mengajak kepada kemaksiatan.”

Pendapat Imam Madzhab dan Para Salafush-Shalih Tentang Musik

Imam At-Thurtusi rahimallahu ta’ala menyebutkan bahwa Madzhab Imam Hanafi termasuk madzhab yang sangat keras dan pendapatnya paling tegas dalam masalah ini. Hal demikian ditunjukkan pula oleh shahabat-shahabat beliau yang menyatakan haramnya mendengarkan duf, alat-alat musik, walaupun hanya ketukan sepotong ranting. Mereka menyebutnya sebagai kemaksiatan, mendorong kepada kefasikan, dan ditolak persaksiannya.

Imam Asy-Syafi’i rahimallahu ta’ala menyebutkan tentang hal ini dalam Adabul Qada’ (Al-Umm 6/214). Para shahabat Imam Syafi’i rahimallahu ta’ala yang betul-betul memahami ucapan dan istinbath (pengambilan kesimpulan dari dalil) madzhab beliau dengan tegas menyatakan haramnya nyanyian dan musik. Mereka mengingkari orang-orang yang menyandarkan kepada beliau (Imam Syafi’i) mengenai penghalalannya. Di antara mereka adalah Qadly Abu Thayyib Ath Thabari, Syaikh Abi Ishaq, dan Ibnu Shabbagh. Demikian pernyataan Imam Ath Thurthusi. (Ighatsatul Lahfan, 1/412)

Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa Imam Ibnu Shalah dalam fatwanya menyatakan : “Adapun yang perlu diketahui dalam permasalahan ini adalah bahwa sesungguhnya duf (rebana), alat musik tiup, dan nyanyian-nyanyian, jika terkumpul (dilakukan/dimainkan secara bersamaan) maka mendengarkannya haram, demikian pendapat para imam madzhab dan ulama-ulama Muslimin lainnya. Dan tidak ada keterangan yang dapat dipercaya [dari seseorang yang ucapannya diikuti (jadi pegangan) dalam ijma’ maupun ikhtilaf] bahwa ia (Imam Syafi’i) membolehkan keduanya (nyanyian dan musik)”. (Ighatsatul Lahfan, 1/415)

Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada orang yang mendidik anaknya, “Hendaklah didikanmu yang mula-mula menjadi keyakinannya adalah membenci segala macam permainan yang melalaikan yang bersumber dari syaitan dan berakhir mendapatkan kemurkaan Allah, karena itu aku telah menerima wasiat dari para ‘ulama yang terpercaya bahwa suara musik, mendengarkan nyanyian, serta asik dengannya dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati, sebagaimana rerumputan itu akan tumbuh disebabakan oleh air. (Ighatsatul Lahfan, 1/448)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Ighatsatul Lahfan, setelah beliau menyebutkan beberapa perkataan Ulama tentang hukum seputar lagu dan musik, kemudian beliau menguatkan pendapatnya tentang keharaman musik dengan menyebutkan beberapa hadits. Diantara hadits yang beliau sebutkan adalah:

Hadits Dari Abi ‘Amir(Abu Malik) Al Asy’ari, dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Sungguh akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menganggap halalnya zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik,” (HR. Al-Bukhari)

Pengertian Al-Ma’azif

Tidak ada perbedaan diantara ahli lughah (ahli bahasa) bahwasannya al-ma’azif itu maknanya mencakup semua alat-alat musik. Seandainya ia adalah dihalalkan tentu mereka tidak mencela atas kehalalannya. Penyebutannya juga bersamaan dengan penyebutan zina, sutera dan khamr (yang telah jelas bahwa ia adalah haram). (Ighatsatul Lahfan, 1/466)

Dalam kamus Al-Muhith, kata ini diartikan sebagai al malahi (alat-alat musik dan permainan-permainan), contohnya al ‘ud (sejenis kecapi), ath thanbur (gitar atau rebab). Sedangkan dalam An Nihayah diartikan dengan duf-duf (rebana).

Imam Adz Dzahabi dalam As Siyar 21/158 dan At Tadzkirah 2/1337 memperjelas definisi ini dengan mengatakan bahwa al ma’azif mencakup seluruh alat musik maupun permainan yang digunakan untuk mengiringi sebuah lagu atau syair. Contohnya : Seruling, rebab, simpal, terompet, dan lain-lain.

Dikatakan pula al ‘azif artinya al mughanni (penyanyi) dan al la’ibu biha (yang memainkannya).

Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabda :

ليشربن ناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها يضرب على رؤوسهم بالمعازف والقينات يخسف الله بهم الأرض . ويجعل منهم القردة والخنازير

“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yang mereka namakan dengan nama-nama lain, kepala mereka bergoyang-goyang karena alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita, maka Allah benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305, Al Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.)

Dari Ibnu Abbas radiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda :

إن الله حرم علي- أو حرم – الخمر والميسر والكوبة وكل مسكر حرام

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagiku –atau mengharamkan– khamr, judi, al kubah (gendang), dan seluruh yang memabukkan haram.” (HR. Abu Dawud, Al Baihaqi, Ahmad, Abu Ya’la, Abu Hasan Ath Thusy, Ath Thabrani, Ibnu Hibban(5341) dan beliau menshahihkannya, juga dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya terhadap Al-Musnad 4/158, 218)

Dari ‘Imran Hushain zia berkata : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Akan terjadi pada umatku, lemparan batu, perubahan bentuk, dan tenggelam ke dalam bumi.” Dikatakan : “Ya Rasulullah, kapan itu terjadi?” Beliau menjawab : “Jika telah tampak alat-alat musik, banyaknya penyanyi wanita, dan diminumnya khamr-khamr.” (Hadits Shahih, Dikeluarkan oleh Tirmidzi, Ibnu Abiddunya, dan lain-lain)

Hukum Lagu Yang Tidak Disertai Dengan Musik

Lagu dalam bahasa arab identik dengan syair-syair. Telah masyhur bahwasannya para sahabat sering melantunkan syair-syair sebagaimana banyak disebutkan dalam beberapa kitab siroh (kitab sejarah) yang semua itu mereka gunakan untuk menumbuhkan semangat, atau juga untuk mengingat akhirat.

Oleh karenanya lagu-lagu adalah diperbolehkan untuk mendengarkannya dengan syarat tidak disertai dengan alat musik, untuk mengingatkan kita akan kehidupan akhirat, atau untuk mengingatkan akan tanah kelahiran atau hal yang lain selama tidak mengandung kemaksiatan. (Lihat Tahrimu Alaatuth Tharb, hal 129)

Beberapa nyanyian yang diperbolehkan dalam Islam adalah :

1. Nyanyian pada hari raya, sebagaimana hadits yang bersumber dari Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam masuk menemui Aisyah radiyallahu anha, di dekatnya ada dua gadis yang sedang memukul rebana, dalam riwayat lain, lalu Abu Bakar radiyallahu anhu membentak mereka, maka Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah mereka, karena setiap kaum mempunyai hari raya, dan ini hari raya kita.” ( HR Bukhari, Fathul Baari 2 / 602 )

2. Nyanyian yang diiringi rebana pada waktu perkawinan, dengan maksud memeriahkan dan mengumumkan akad nikah, dan mendorong untuk nikah, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :

فصل ما بين الحلال والحرام ضرب الدف والصوت في النكاح

“Yang membedakan antara halal nikah dan haram ( zina ), adalah memukul rebana dan lagu-lagu waktu ‘akad nikah”. ( HR Ahmad : 3 / 418 )

3. Nyanyian yang islami (nasyid), pada waktu kerja yang mendorong agar bersemangat bekerja terutama yang mengandung Do’a, atau berisi tauhid (mengesakan Allah), cinta pada Rosul dan menyebut akhlaknya atau berisi ajakan jihad, memperbaiki budi pekerti, mengajak persatuan, tolong- menolong sesama umat, menyebut dasar-dasar Islam, atau berisi hal-hal yang bermanfaat bagi umat. ( Majmuah Ar-Rosail : 1 / 62 ).

Hal itu diperbolehkan dengan catatan :

1. Syairnya tidak mengandung lafadz-lafadz syirik, misalnya mengkultuskan Ahlul bait Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, atau memohon syafaat kepada orang-orang shaleh yang telah wafat.

2. Tidak diiringi dengan alat-alat musik yang diharamkan.

Kesimpulan

Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa hukum musik dan nyanyian adalah sebagai berikut:

  • Haram nyanyian yang melukiskan anggota tubuh, yang membuat fitnah dan mengandung percintaan yang menjurus kepada perzinaan.
  • Haram mendengarkan musik dan segala bentuknya karena mengandung bahaya dan merusak akhlak.
  • Diperbolehkan memukul rebana dan menyanyi pada hari raya dan pernikahan. Hal ini juga disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu 20/230.
  • Diperbolehkan nyanyian (nasyid) yang baik-baik (tidak melanggar syariat) pada waktu bekerja dan tanpa diiringi musik.

Daftar Pustaka
1. Al-Qur anul ‘Azhim.
Tafsir AlQur anil ‘Azhim; Ibnu Katsir; Darus-Salam(Riyadh) dan Darul-Faiha(Damaskus), cetakan II, 1418 H
3. Al-Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur an; Ibnu Jarir Ath-Thabari; Muassasah Ar-Risalah; cetakan I; 1420 H.
4. Ad-durrul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur; Abdur-Rahman Jalaluddin As-Suyuti; Darul Fikr, Beirut: 1414 H.
5. Fathul Qadir, Asy-Syaukani; http://www.altafsir.com
Ighatsatul Lahfan Fi Mashayidisy-syaithan; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah; Dar Ibnul Jauzi cetakan I, 1424 H.
Tahrimu Alaatuth Tharb; Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani; Makatabah Ad-Dalil, cetakan pertama; 1416 H
8. Fathul Bari, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani; Darul Kutub Al-‘Alamiyah; Beirut; 1410 H.
9. Al-Qamus Al-Muhith, Al-Fairuz Abadi; www.alwarraq.com
10. Tafsir Al-Qurthubi, zaza@alwarraq.com
11. Al-Majmu; Imam Muhyiddin An-Nawawi.


sumber: muaraimani.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar