Menjalani Ramadhan Di Masa Penuh Fitnah

Oleh: Ust. Ihsan Tanjung

Belum pernah dalam sejarah Islam di Akhir Zaman kita merasakan keterasingan dari ajaran Islam sebagaimana yang kita alami dewasa ini. Kepemimpinan dunia dewasa ini diarahkan dari Barat yang notabene merupakan Judeo-Christian Civilization (Peradaban Yahudi-Nasrani). Segenap negeri kaum muslimin mengekor ke Barat. Keadaan ini telah di-Nubuwwah-kan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sejak dulu:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ
لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (MUSLIM – 4822) Dalam hal budaya misalnya, berbagai pesta hari ulang tahun dirayakan dengan menghamburkan uang dan memuaskan nafsu syahwat. Seolah kita lupa akan pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Perbanyaklah mengingat saat diputusnya hubungan dengan kelezatan (yakni kematian).” (AHMAD – 7584)

Kaum muslimin yang merayakan pesta seperti itu seolah meng-copy-paste perilaku kaum Yahudi Bani Israil yang digambarkan di dalam Kitabullah:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

”Masing-masing mereka (Bani Israil) ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS Al-Baqarah 96)

Contoh lain taqlid budaya ialah apa yang disebutkan Nabishallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini:

مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا … وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat: … (2) dan wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang, berjalan dengan berlenggak-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini.”(MUSLIM – 3971)

Saudaraku, marilah kita gigih mengajak anak gadis dan isteri kita untuk menutup aurat dengan jilbab sebagaimana Allah perintahkan. Janganlah kita biarkan mereka menebar aurat di muka lawan jenis bukan muhrimnya. Sebab wanita yang menebar aurat tidak saja melanggar aturan Allah, tetapi mengajak orang lain turut bermaksiat.

Dalam hal keuangan, misalnya kita setiap hari disuguhi via sms di handphone tawaran untuk menerima pinjaman dengan skema kredit alias bunga alias riba. Tidak sedikit kaum muslimin yang tenang-tenang saja hidup dari memakan uang riba. Mereka seolah lupa bahwa dosa riba bukanlah termasuk dosa kecil, melainkan dosa besar. Sedemikian besarnya dosa ini sehingga Allah-pun mengancam dengan ancaman yang sangat hebat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS Al-Baqarah 278-279)

Sungguh benarlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memprediksikan salah satu tanda Akhir Zaman yaitu:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَبْقَى مِنْهُمْ أَحَدٌ
إِلَّا آكِلُ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Benar-benar akan datang kepada manusia suatu zaman, tidak seorang pun dari mereka kecuali akan memakan riba. Dan barangsiapa tidak memakannya, maka ia akan terkena debunya.” (IBNUMAJAH – 2269)

Bahkan kita dapat saksikan bahwa dewasa ini telah terjadi dekadensi di segenap aspek kehidupan sehingga Rasulullah menggambarkan situasi kita ini dengan gambaran yang sungguh sangat mewakili:

َليُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah shalat,” (HR Ahmad 21139).

Jujur kita mesti mengakui bahwa dewasa ini seluruh ikatan Islam telah terurai sejak dari aspek hukum hingga aspek sholat. Dalam aspek hukum seolah ummat Islam sudah take it for granted menerima begitu saja diberlakukannya hukum buatan manusia sambil meninggalkan hukum Allah yakni hukum berlandaskan Kitabullah Al-Qur’an Al-Karim. Padahal perintah untuk hanya berhukum berlandasakn Kitabullah begitu jelas dan nyata Allah sebutkan di dalam Kitab-Nya:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

“..dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah 49)

Secara jelas Allah memerintahkan kita untuk memutuskan perkara (menetapkan hukum) menurut apa yang Allah turunkan (Al-Qur’an) dan jangan hendaknya kita mengikuti hawa nafsu manusia yang berusaha memalingkan kita dari hukum Allah tersebut. Bahkan Allah segera me-warning (memberi ancaman) bagi siapapun yang berpaling dari hukum Allah yaitu bahwa Allah akan menimpakan musibah disebabkan dosa keberpalingan tersebut. Ummat Islam dewasa ini dipaksa untuk hidup dalam kontradiksi. Di satu sisi banyak hal menurut hukum manusia dipandang legal padahal haram menurut Allah. Sebaliknya banyak pula perkara yang disebut ilegal namun menurut Allah justru halal. Inilah konsekuensi memberlakukan hukum manusia dan sengaja meninggalkan hukum Allah.

Jika demikian, masihkah perlu kita merasa heran mengapa begitu banyak musibah melanda masyarakat? Jika yang berpaling dari hukum Allah adalah kalangan awam ummat Islam, maka ini jelas merupakan suatu masalah. Namun dewasa ini keberpalingan tersebut telah melanda sebagian tokoh Ummat yang dikenal sebagai aktivis da’wah Islam bahkan sebagian Ulama…!! Alih-alih para tokoh tersebut mengingatkan masyarakat luas agar kembali kepada aturan dan hukum Allah, malah mereka turut menganjurkan ummat untuk terus tunduk dan patuh kepada hukum karya manusia. Malah ada sebagian tokoh itu yang dengan bangga mengambil posisi sebagai pemimpin masyarakat dimana hukum Allah masih diabaikan. Padahal Allah mengancam dengan vonis berat siapa saja yang memiliki otoritas namun tidak berhukum berdasarkan wahyu yang Allah telah datangkan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

”Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah 44)

Padahal Allah menegaskan bahwa hanya hukum yang bersumber dari Al-Qur’an-lah yang menjamin tegaknya kebenaran dan keadilan, bukan selainnya.

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

”Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam 115)

Malah Allah juga dengan tegas menggambarkan karakter umum manusia yang amat zalim lagi amat bodoh. Sehingga alangkah naifnya bila manusia yang berkarakter dasar seperti itu kemudian berani merumuskan daftarlegal dan illegal (baca: halal dan haram) untuk diberlakukan ke tengah masyarakat luas. Bagaimana mungkin manusia dapat memastikan apa perkara yang boleh dan tidak boleh diberlakukan di tengah masyarakat yang heterogen sebagai hasil karyanya kemudian menjamin bahwa hal itu akan mendatangkan keadilan dan merupakan kebenaran?

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا

”Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(QS Al-Ahzab 72)

Ketika Allah Yang Maha Tahu menyatakan bahwa manusia itu amat zalim lagi amat bodoh, bagaimana mungkin kemudian kita bisa menerima bahkan meyakini bahwa produk hukum bikinannya akan mengandung keadilan dan kebenaran…? Itulah rahasianya mengapa Allah hanya menawarkan dua pilihan dalam kaitan dengan urusan hukum ini:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)
Dalam aspek penegakkan sholat tidak sedikit ummat Islam dewasa ini yang dengan ringannya meninggalkan kewajiban sholat. Padahal begitu berat dan menentukannya kedudukan sholat di dalam Islam.

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ بِصَلَاتِهِ فَإِنْ صَلَحَتْ
فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Yang pertama kali dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat; jika shalatnya baik maka dia beruntung dan selamat, dan jika shalatnya rusak maka dia merugi.” (NASAI – 461)

Di lain sisi kalaupun sudah sholat masih sangat sedikit ummat Islam yang menegakkannya di masjid sambil berjamaah. Padahal sahabat Abdullah bin Mas’ud menggambarkan betapa buruknya penilaian para sahabat terhadap muslim yang tidak menghadiri sholat berjamaah di masjid.

وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ
لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ …
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ

Abdullah bin Mas’ud berkata: “Dan kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang tidak hadir di masjid, atau rumahnya, berarti telah kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sungguh kalian akan sesat… Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen).” (MUSLIM – 1046)

Saudaraku, kondisi dunia dewasa ini membuktikan kebenaran hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul.”Bahkan saat ini praktis seluruh simpul telah terurai, sejak dari simpul hukum hingga simpul sholat. Inilah zaman sarat fitnah.

Saudaraku, menghadapi masa fitnah seperti dewasa ini tidaklah cukup kita hanya shaum Ramadhan secaratekstual yakni menjaga jarak dari makan, minum & hubungan badan dengan pasangan hidup. Inilah pengertian berpuasa sepanjang masa yang kita sudah sama ketahui. Namun secara kontekstual kitapun dituntut untuk shaum Ramadhan di Masa Fitnah dengan menjaga jarak dari berbagai fitnah zaman. Kita ditunutut untuk bara’ alias melepaskan diri dari ikatan nila-nilai Sistem Dajjal. Diperlukan kekuatan jiwa yang wala’ alias loyal sepenuhnya kepada Allah agar shaum Ramadhan di Babak Keempat Akhir Zaman tidak terseok-seok karena tarikan fitnah Sistem Dajjal yang begitu hegemonik.

Diperlukan tekad kuat untuk berlepas diri dari nilai-nilai kufur yang merebak dewasa ini. Jadilah mukmin yang sedemikian rindu dengan surga akhirat sehingga tidak bakal berhasil dirayu oleh surga dunia. Jadilah mukmin yang sangat takut akan neraka akhirat sehingga berbagai bentuk neraka dunia tidak bakal sanggup mengancam diri. Di antara kiat untuk menghadirkan jiwa seperti itu ialah memastikan setiap malam membaca dengan penuh perenungan dan keyakinan doa yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sholat Tahajjud:

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ
أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ
مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ
وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ

Bila Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bangun di waktu malam untuk sholat tahajjud beliau mengajukan doa berikut: “Ya Allah bagiMulah segala pujian. Engkaulah Yang Maha Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMulah segala pujian, milikMu kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMu segala pujian, Engkau Cahaya langit dan bumi dan apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMu segala pujian, Engkaulah Raja di langit dan di bumi. Dan bagiMulah segala puian, Engkaulah Al Haq (Yang Maha Benar), dan janjiMu haq (benar adanya), dan perjumpaan denganMu adalah benar, firmanMu benar, surga adalah benar, neraka adalah benar.” (BUKHARY 1053)

sumber: asephendriana.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar