Keterampilan Membaca

Oleh: @clara_ng

Anak sudah bisa membaca? Apakah tugas kita sebagai orangtua telah selesai? Ternyata bisa membaca belum tentu terampil membaca. Berikut ini adalah tulisan dari Kak @clara_ng tentang ‘keterampilan membaca’. Simak yuk!

Aku diundang sama @idcerita menjadi narasumber tentang keterampilan membaca di #EduStory (28/6). Waktu diajak menjadi narasumber, aku sengaja memilih tema terampil membaca daripada terampil menulis. Yang sudah mengerti soal teknik menulis di Twitter sepertinya sudah banyak, silakan membaca tips-tips mereka saja. Sementara itu, terampil membaca tampaknya sering diabaikan dan dilupakan, baik oleh para calon penulis maupun para orangtua.

Sekarang banyak sekali orang-orang yang ingin sekali menjadi penulis (bahkan gejala-gejala ini sudah menyerang anak-anak juga) tanpa memiliki tabungan membaca. Ini memprihatinkan, karena menulis adalah tingkat paling atas dari kemampuan manusia dalam berbahasa. Menulis adalah ketrampilan yang sangat “advance”, malah dia  berada di atas keterampilan membaca.

Apakah kita sudah pandai membaca? Membaca adalah pra-menulis. Banyak yang menganggap membaca tidak terlalu penting, maunya langsung bisa menulis. Apakah itu memungkinkan? Tentu saja tidak. Kita coba ajukan pertanyaan ini: Kenapa terampil membaca itu penting? Apakah karena berhubungan dengan faktor terampil menulis? Bukan itu saja, ketrampilan membaca penting untuk pendidikan akademis. Selain itu, esensial for life!

Apa itu ketrampilan membaca? Yuk, kita bahas dulu.

Kalau kita membaca tulisan ini: “Kucing singa berwarna hijau menari pergi dua kali”. Siapa yang nggak bisa membacanya? Kita pasti bisa membaca teks itu dengan keras, dengan lancar pula. But does it make sense? Masuk akal nggak?

Tentu saja tidak masuk akal. Kalimat tidak masuk akal ini menunjukkan perbedaan antara “bisa membaca” dan “terampil mengartikan teks”. Banyak orang tidak memedulikan perbedaan ini. They take it for granted. Kalau diteliti lagi, sebenarnya ini adalah dasar penting untuk melakukan keterampilan membaca.  Aksi membaca dan mengartikannya biasanya terjadi berbarengan. Tidak heran, banyak orang yang menganggap membaca adalah hal sepele, tapi perhatikan bedanya nanti.

Keterampilan membaca yang kuat memiliki sifat-sifat khas, yaitu memiliki tujuan, sangat aktif, dan selalu berproses. Sifat ini selalu terjadi sebelum, selama, dan setelah seseorang membaca teks. Ini adalah pilar penting dari kegiatan membaca.

Apa yg terjadi dengan otak linguistik manusia ketika sedang membaca? Rumit sekali. Fonologi (yaitu arti bahasa) dan fonetika (yaitu hal bebunyian dalam kata) bersatu padu. Ditambah lagi dengan kemampuan untuk mengkontruksikan makna kosakata dan kalimat. Setelah itu, harus memiliki pengertian untuk memahami seluruh teks sebagai kesatuan paragraf. If a word doesn’t make the sense, then the overall story will not either. Nah, inilah yang dinamakan ketrampilan teks. Setelah seseorang terampil teks, barulah dia bisa melakukan keterampilan membaca.

Oya, terampil membaca juga harus memiliki kemampuan untuk “reading between the lines”. Artinya, memiliki kemampuan untuk melihat yang “tersirat”, bukan sekadar yang “tersurat”. Maka, aktivitas membaca adalah aktivitas yang sangat rumit, berlapis-lapis, dan tentu saja kompleks. Tidak mungkin seseorang bisa menjadi master di bidang membaca tanpa melakukan latihan terus menerus.

Aktivitas membaca yang baik harus memiliki strategi, pelatihan, dan pengajaran selama bertahun-tahun. Tanpa dasar yang kuat, maka membaca menjadi hal yang sangat berat dan sulit. Tidak heran kan, banyak orangtua yang sering mengeluh, “Anakku nggak suka membaca” atau orang dewasa sendiri yang ngomong, “Ah, saya tidak suka membaca”. Pertanyaannya: can they really read?

Seringkali, begitu anak-anak sudah bisa membaca di sekolah dasar, orangtua dan guru langsung lepas tangan. Mereka menganggap anak-anak pasti bisa menghadapi teks/tulisan/bacaan di masa depan. Uh, ini pandangan yang salah banget. Dari SD sampai SMP dan SMA, keterampilan membaca harus terus diasah, didorong, dan dikembangkan. Konten/material dari buku-buku bacaan harus terus menerus ditingkatkan dan diperluas juga. Jangan membiarkan mereka menggunakan teks yang sama terus menerus.

Teks terdiri dari berbagai jenis, dengant tingkat kesulitannya masing-masing. Anak-anak harus dipaparkan dengan aneka teks-teks itu. Misalnya, esai, jurnal, buku fiksi/non fiksi, sampai artikel koran. Sampai remaja, anak-anak harus berlatih meningkatkan keterampilan baca mereka secara berjenjang. Tanpa keterampilan membaca, anak-anak pasti akan mengalami kesulitan di masa depan, misalnya di universitas. Mereka takkan mampu membaca jurnal, esai, maupun makalah. Banyak sekali mahasiswa zaman sekarang yang bisa membaca tapi tidak mampu menganalisis. Itulah kenapa banyak karya ilmiah atau esai adalah karya jiplakan, atau dibuatin. Ketidakmampuan menulis selalu diawali dengan lemahnya di bidang baca.

Ada istilah dalam linguistik, yaitu functional illiteracy atau buta terampil membaca. Ini berlaku untuk orang-orang yang bisa membaca namun tidak terampil membaca. Tentu saja mereka tidak buta huruf. Mereka bisa membaca dalam kapasitas terbatas. Keterampilan membaca mereka sangat medioker (kalau tidak mau dibilang rendah) sehingga mereka tidak pernah mampu mengembangkan aspek hidup sama sekali. Rendahnya functional illiteracy berhubungan dengan rendahnya tingkat ekonomi dan sosial di masa depan.

Dengan terampilan membaca yang baik, maka setiap orang akan memiliki higher order thinking skills. Ini artinya para pembaca yang aktif memiliki keterampilan membaca untuk mampu membaca di luar teks alias “reading beyond the lines”. Anak atau mahasiswa yang memiliki higher order thinking skills mampu menghubungkan fakta-fakta, bisa merefleksikan data, dan mengatur semua itu menjadi satu kesatuan yang baru, bahkan mampu menciptakan solusi/akhir hasil. Setiap ilmu pengetahuan membutuhkan orang-orang yang memiliki keterampilan baca yang tinggi untuk meningkatkan ilmu yang bersangkutan. Sementara itu, anak atau mahasiswa yang belajar hanya tergantung dari hapalan saja (tidak berlatih terampilam membaca), tentu sulit mengambil kesimpulan dari teks-teks bacaannya.

Banyak orang dewasa tidak terampil membaca. Mereka tidak sadar, bahwa kesulitan kariernya disebabkan karena ketidakterampilan mereka membaca sehingga berimbas pada kesulitan untuk terampil berpikir, bercakap, dan menulis.

Jadi, bagaimana untuk bisa memiliki keterampilan membaca yang canggih?

  • Biasakan anak membaca buku sejak kecil. Ini sangat penting. Harus dijadikan prioritas nomor satu.
  • Bacakan fiksi untuk anak-anak. Kalau anak-anak menyukai non fiksi, tetap campur booklist mereka dengan buku-buku fiksi. Sebab membaca fiksi sangat penting untuk perkembangan kecerdasan dan psikologis anak.
  • Sebelum membaca fiksi, diskusikan dulu bukunya. Setelah membaca, diskusikan inti dan luar-inti ceritanya.
  • Orangtua juga harus membaca sehingga menjadi contoh yang baik. Tanpa contoh dari orangtua, anak akan sulit membaca.
  • Read aloud, think aloud. Baca keras-keras, ucapkan pikiran keras-keras. Diskusikan hal-hal di luar teks dalam buku.
  • Selalu naikkan tingkat kerumitan buku. Jangan menggunakan buku yang semodel selama bertahun-tahun.

Silakan membaca blog anakku Elysa yang berusia sepuluh tahun untuk mengamati keterampilan membacanya. Tulisan-tulisannya merefleksikan kemampuannya untuk menganalisis sebuah teks. Ini adalah bagian dari pelatihan dan edukasi keterampilan membacanya. Alamatnya di sini: www.elysafaithng.wordpress.com

Sementara itu, untuk anak usia 4-8 tahun, anak keduaku Caty yang berusia tujuh tahun melakukan pengulangan cerita untuk mempelajari struktur dan pemahamannya. Ini penting untuk anak-anak usia 4-8 tahun yang mulai membaca secara independen. Alamatnya di sini: www.catrinakayng.wordpress.com

Karena itu, tidak heran, mereka yang terampil menulis adalah mereka yang terampil membaca. Mereka yang terampil berpikir dan beranalisis adalah mereka yang terampil membaca. Sekian tentang keterampilan membaca. Semoga berguna untuk para orangtua dan guru. Terima kasih untuk @idcerita yang sudah memfasilitasinya.

sumber: blog.indonesiabercerita.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar