Memunculkan Paranoid dalam Barisan Lawan, Strategi Ampuh Minim Biaya


Sebuah gagasan yang coba dimunculkan oleh seorang kolumnis Barat, David Ignatius hendaknya dapat dijadikan perhatian. Dalam laman yang dirilis oleh Washingtonpost, pada Selasa (02/12), David membeberkan idenya yang berjudul “Paranoia could be the best weapon against the Islamic State”, paranoid bisa menjadi senjata terbaik melawan Daulah Islam.

Tulisan itu dimulai dari satu hal menarik yang terkait dengan Daulah Islam. Pekan lalu, sebuah kicauan di twitter muncul menyebarkan selebaran dari Daulah Islam yang menawarkan hadiah $5.000 AS bagi siapa pun yang dapat memberikan informasi tentang “agen tentara salib” dalam jajaran mereka.

Selebaran itu dapat dinilai bahwa dalam tubuh mereka benar-benar ada agen Barat. Namun, bukan tidak mungkin selebaran itu adalah palsu. Tujuannya untuk mempengaruhi mentalitas mereka, sehingga muncul kecurigaan dan keraguan di antara pendukung Daulah, bahkan sampai ke jajaran pimpinannya.

Bagi David, selebaran itu menjadi satu bahan pemikiran sendiri. Ini merupakan sebuah tehnik peperangan untuk melemahkan, bahkan menghancurkan Daulah Islam, yaitu “Perang Non Konvensional”. Ini seperti seni berperang yang diajarkan Sun Tzu dalam karya terkenalnya “The Art of War”. Trik tipuan ini dapat membuat musuh melemah dengan sendirinya, menimbulkan tanda tanya atas doktrin mereka dan membuat keraguan atas pemimpin mereka.

Gaya bertempur non konvensional ini dapat menekan biaya perang, jauh lebih murah daripada konfrontasi langsung di medan perang. Dibandingkan dari serbuan rudal dari helikopter Apache, tehnik ini dapat membunuh musuh dengan sendirinya. Dengan menggunakan tehnik penipuan, koalisi pimpinan AS akan dapat menyaingi infiltrasi “tentara hijau” Rusia di Ukraina.

Beberapa gaya pertempuran semacam ini dicontohkan David Ignatius berikut ini:

Pada akhir tahun 1980an, Organisasi Abu Nidal hancur karena perselisihan internal yang dibangun oleh intelijen AS, Inggris, dan Yordan.

Koran The New York Times, November 1989 memuat headline yang berjudul “Arabs Say Deadly Power Struggle Has Split Abu Nidal Terror Group” (Orang-orang Arab Mengatakan Hancurnya Kekuatan Perjuangan Kelompok Teroris Abu Nidal yang Telah Terpecah).

Perpecahan itu bukanlah kebetulan. Seorang sumber mengatakan bahwa anggota kelompok teroris diberikan informasi yang membuat mereka mencurigai adanya pencurian, penculikan wanita, dan penyerangan yang dilakukan oleh teman mereka. Pada akhirnya, terjadi benturan dalam kelompok mereka, antara satu dengan yang lain.

Perang Dunia II juga memberi contoh rangkaian kasus penipuan dan manipulasi. Kasus paling terkenal adalah operasi “Double Cross” yang dilakukan Inggris. Ben Macintyre tahun 2012 menjelaskan dalam bukunya bahwa Inggris berhasil mengendalikan dan memanipulasi setiap agen Jerman yang diutus untuk memata-matai mereka. Mereka (Inggris) meniupkan kedustaan yang dapat meyakinkan mereka bahwa Komandan Jerman pada hari-H akan datang di Calais, bukan di Normandia.

Bentuk penipuan lain adalah dalam karya Macintyre tahun 2010 yang berjudul “Operation Mincemeat”. Diceritakan tentang kejadian mengambangnya mayat orang Inggris di pantai Spanyol yang diduduki Jerman – dihembuskanlah isu bahwamayat-mayat tersebut membawa surat rahasia yang menggambarkan rencana sekutu untuk menyerang Jerman melalui Yunani.Operasi ini dimaksudkan untuk menyembunyikan musuh Jerman yang sebenarnya yang menyerang melalui Sisilia.

Selain memuat contoh, David juga mengemukakan tulisan blogger favoritnya, Clint Watts, seorang mantan perwira angkatan darat dan agen khusus FBI. Pada 20 Oktober, dia memposting dalam tulisan berjudul “War on Rocks” sebuah penjelasan tentang berbagai cara untuk mendorong perselisihan dan perpecahan. “Cobalah untuk menaruh seiris keju antara (Negara Islam) Iraq yang menguasai masalah kepemimpinan dan pasukan tentara asing mereka,” kata Watts dalam blog militernya.

Atheel al-Nujaifi, Gubernur Provinsi aNinawa di Iraq mengatakan kepada David dalam sebuah wawancara hari Senin lalu bahwa gesekan antara orang asing dan warga setempat sudah mulai ada antara para jihadis di Mosul, di samping ketegangan yang terjadi antara orang Turki dan anggota kelompok dari Arab sunni.

Clint Watts juga menunjukkan harapan dari perselisihan yang semakin melebar antara kelompok preman dengan Daulah Islam dan kelompok agama yang lain. Dia mengusulkan untuk mengirim infiltran untuk membuat ekstrimis menjadi “paranoid terhadap mata-mata” dalam barisan mereka. Agen ganda semacam ini sudah berhasil dilakukan di Somalia dan Aljazair.

Tampaknya, Ignatius mendapat inspirasi dari blogger favoritnya. Ia menyarankan agar AS dan sekutu-sekutunya memikirkan operasi yang “tidak biasa” ini atas Iraq dan Suriah untuk merusak Daulah Islam.

Seni berperang tersebut diharapkan menjadi cara efektif menghancurkan Daulah Islam. Sebenarnya bukan terbatas pada Daulah Islam, tetapi terhadap musuh-musuh AS yang lain. Operasi yang minim biaya, namun berdampak maksimal.

sumber: http://www.washingtonpost.com/opinions/david-ignatius-paranoia-could-be-the-best-weapon-against-the-islamic-state/2014/12/02/771de21e-7a5f-11e4-9a27-6fdbc612bff8_story.html

dikutip dari: kiblat.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar