Bagaimana Mendirikan Penerbit Buku?

Apakah penerbit itu sebuah usaha (perusahaan) atau sebuah profesi? Pertanyaan ini kerap mengemuka di lingkungan Ikapi sendiri. Jika mendasarkan pada terminologi penerbitan, penerbit adalah sebuah profesi yang pekerjaannya mengembangkan dan mengemas naskah (manuskrip) menjadi buku yang siap cetak. Keahlian utama para penerbit adalah mengembangkan ide, naskah, hingga kemudian menjadi sebuah buku yang layak baca. Berkaitan dengan hal ini Ikapi sendiri disebut sebagai organisasi profesi, bukan organisasi perusahaan penerbitan buku.

Pada acara diskusi bertajuk “Menatap Masa Depan Perbukuan” yang diselenggarakan pengurus Ikapi Jawa Barat terkait Konferensi Kerja Daerah pada tanggal 28 April 2012, Putut Widjanarko (Mizan) yang menjadi narasumber kembali menegaskan kompetensi penerbit. Perubahan zaman yang melahirkan penerbitan digital semestinya tidak mencemaskan penerbit apabila para penerbit memahami kompetensi intinya sebagai pengembang konten (ide dan naskah), bukan sebagai penjual buku tradisional (cetak).  Uraian Putut ini kembali mengingatkan kita bahwa penerbit adalah sebuah profesi, bukan sekadar sebuah perusahaan yang menghasilkan dan menjual buku.

Dalam perkara kemudian penerbit didirikan menjadi sebuah perusahaan berpayung badan usaha atau badan hukum adalah dalam konteks bisnis sehingga kemudian penerbit juga disebut sebagai industri kreatif. Jadi, ada yang disebut publisher (penerbit) dan publishing house (perusahaan penerbitan). Walaupun demikian, Anda tidak perlu bingung dengan istilah penerbit atau penerbitan. Pada intinya kita harus memahami penerbit sebagai profesi dan kemudian penerbit juga sebagai usaha (bisnis) yang menghasil mampu mendatangkan keuntungan (profit). Sebagai sebuah usaha maka penerbit pun perlu memiliki unsur-unsur yang lazim dalam sebuah perusahaan.

Penerbit vs Pencetak

Apakah Anda termasuk orang yang masih suka mencampuradukkan pengertian penerbit dan pencetak? Jika ya, perlu ditegaskan lagi bahwa penerbit tidak identik dengan pencetak (percetakan). Penerbit adalah sebuah perusahaan yang dikelola untuk menyiapkan naskah mentah (manuskrip) hingga menjadi buku siap cetak dalam kegiatan editorial dan perwajahan (desain). Pencetak sendiri adalah perusahaan yang menerima order cetak dari penerbit dan melakukan kegiatan pracetak-cetak-pascacetak.

Karena itu, Anda jangan berpikir harus memiliki mesin cetak ketika hendak mendirikan sebuah badan penerbit buku. Berikut adalah tabel perbedaan antara Penerbit dan Pencetak.


Masalahnya memang sebagian besar masyarakat Indonesia, bahkan di kalangan pemerintah sendiri tidak mampu membedakan institusi penerbit dan institusi pencetak. Penerbit tidak identik harus memiliki mesin cetak karena modal utamanya adalah naskah dan kreativitas pengembangannya. Adapun perangkat keras ataupun mesin yang digunakan di penerbit sebatas komputer, printer, dan scanner. Hal inilah menyebabkan bisnis penerbitan dalam dijalankan dari sebuah ruangan kecil berukuran 3 x 2 meter atau menjadi bisnis rumahan (home industry).

Badan Usaha atau Badan Hukum

Bagaimana dengan badan usaha atau badan hukum penerbit buku? Sebenarnya tidak ada ketentuan perundang-undangan bahwa penerbit harus memiliki badan usaha seperti persekutuan komanditer (CV) atau badan hukum, seperti yayasan, koperasi, ataupun perseroan terbatas (PT). Karena itu, sangat mungkin ada perseorangan yang mendirikan penerbit dan menyebut diri mereka sebagai self-publisher (penerbit swakelola) tanpa memiliki badan usaha atau disebut perusahaan perseorangan. Akan tetapi, untuk orientasi bisnis, sebuah penerbit perlu memiliki badan usaha ataupun badan hukum. Lazimnya di Indonesia, para penerbit yang tergabung menjadi anggota Ikapi terdiri atas persekutuan komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), dan juga yayasan.

Kepemilikan badan usaha atau badan hukum ini juga merupakan salah satu persyaratan untuk menjadi anggota Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), termasuk juga ikut menjadi anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Selain itu, dalam soal pengurusan legalitas penerbitan, Perpustakaan Nasional pun kini mewajibkan para penerbit memiliki legalitas badan sesuai dengan peraturan perundang-undangan jika ingin mengajukan keanggotan International Standard Book Number (ISBN).

Jika ditilik dari fenomena penerbit di Indonesia, dapatlah diklasifikasi beberapa badan penerbit seperti berikut ini.


Dari Tabel dapat dilihat betapa usaha penerbitan bisa dijalankan siapa pun untuk berbagai kepentingan, baik itu bisnis ataupun penyediaan bahan-bahan terbitan yang relevan pada suatu lembaga (in-house publishing).  Buku ini sendiri diterbitkan oleh Ikapi yang notabene bukanlah perusahaan penerbitan, melainkan organisasi profesi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian dari program kerja untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada anggota Ikapi maupun masyarakat tentang mekanisme penerbitan buku.

Penerbitan buku adalah usaha yang sangat aktif dan kreatif sehingga sangat bertumpu pada penerbitan buku baru (front list) setiap bulan atau setiap tahunnya. Saat Anda menetapkan untuk menjadi penerbit dan mengurus badan penerbitan buku maka Anda pun perlu menyiapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penerbit (AD/ART). Pertimbangan memilih badan usaha atau badan hukum tentu terkait dengan permodalan, kemitraan, termasuk antisipasi perkembangan ke depan. Beberapa penerbit buku di Indonesia memang merupakan usaha keluarga (family business) yang dijalankan suami-istri dengan melibatkan anak-anaknya. Biasanya badan yang awal dipilih adalah CV dan kemudian berkembang menjadi PT.

Dalam soal memilih badan penerbit ini tentu Anda dapat dibantu seorang notaris untuk mengesahkan badan usaha atau badan hukum penerbit Anda. Untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan usaha jangka panjang, Anda pun dapat memasukkan bidang usaha percetakan maupun penjualan buku di dalam akta notaris. Hal ini sudah lazim terjadi ketika penerbit berkembang kemudian meluaskan usahanya dalam satu atap menjadi usaha percetakan, pendistribusian, dan termasuk penjualan retail buku dengan mendirikan toko buku. Pengembangan ini membuat penerbit Anda kemudian dapat digolongkan sebagai penerbit besar.

Berdasarkan besar-kecilnya penerbit maka penerbit dapat dibagi menjadi:

Tabel Jenis Penerbit Berdasarkan Ukuran Penerbitannya


*) asumsi 1 judul menghabiskan biaya Rp12.000.000,00

Semua yang besar tentunya bermula dari yang kecil, kecuali jika seseorang yang berkeinginan mendirikan penerbit memiliki modal yang sangat besar untuk langsung mendirikan major publisher. Pada major publisher-lah umumnya dapat dilihat proses panjang penerbitan buku sebagai suatu alur kerja.

Paparan berikut ini adalah hal-hal penting yang perlu Anda persiapkan untuk mendirikan penerbit buku. Pada dasarnya usaha atau bisnis penerbit buku sama dengan bisnis lainnya, bahkan Thomas Woll (2002) menyatakan sebagai bisnis yang relatif mudah untuk dimulai karena hambatan untuk memasukinya sedikit.

Thomas Woll menyatakan mudah jika Anda memiliki hal-hal berikut ini:
  • sebuah ide baru atau konsep baru,
  • sebuah pandangan berbeda dari ide lama,
  • jumlah uang yang cukup untuk memproduksi produk anda,
  • beberapa sarana menjual atau mendistribusikan produk anda meskipun dari mobil anda atau menyalurkan penuh melalui distributor, dan
  • sebuah tempat untuk menyimpan produk Anda, apakah itu di lantai bawah ataupun gudan yang disewa atau dalam bentuk arsip digital, Anda dapat menjadi penerbit. (Woll 2002: xvii).

Memberi Nama Penerbit

Apalah artinya sebuah nama? Demikian ungkapan populer dari Shakespeare. Namun, tetaplah dalam mendirikan sebuah penerbit, Anda harus memberi nama yang tepat. Di dunia Barat lazim penerbit yang didirikan menggunakan nama pendirinya, seperti John Wiley and Son atau Simon and Schuster. Di Indonesia menggunakan nama diri untuk penerbit memang tidak lazim. Kalaupun ada hanya menggunakan singkatan nama seperti Penerbit Effhar yang merupakan singkatan nama pendirinya Effendi Harahap ataupun saya menggunakan nama penerbit TrimKom yang diambil dari nama belakang saya, Trimansyah.

Ada kosakata yang kerap digunakan penerbit Indonesia untuk memberi nama, seperti pustaka, aksara, grafika, ilmu, pena, dan media yang memang akrab dengan dunia buku. Anda dapat menggunakan gabungan kata (frasa) terdiri atas dua atau tiga kata untuk memberi nama penerbit Anda. Berikut contoh alternatif nama penerbit:

•    Pustaka Ananda
•    Titian Aksara
•    Mitra Grafika Sejati
•    Poros Ilmu
•    Akar Pena
•    Dwi Media Selaras

Tentu prinsip pemberian nama penerbit adalah mudah diingat, khas, dan tentunya menggambarkan karakter dan nilai-nilai yang dibangun penerbit Anda. Ceklah nama yang akan Anda berikan untuk menghindarkan kemiripan nama dengan penerbit lainnya. Pertimbangkan juga untuk membuat nama penerbit menjadi akronim ataupun singkatan yang pas dan baik untuk didengar. Contoh kalau Anda memilih nama “Mitra Sejati Grafika”, singkatan dapat disebut orang Penerbit MSG. Unik, tetapi terasa juga kurang pas karena MSG sudah populer sebagai bahan penyedap masakan. Contoh lain juga jangan sampai Anda memberi nama penerbit “Pustaka Suluh Kata” yang nantinya malah disingkat menjadi Penerbit PSK sehingga berkonotasi kurang baik.

Kaitan dengan akronim dan penyingkatan ini karena dunia perbukuan sudah sangat lazim menggunakannya seperti menyebut Penerbit GPU untuk Gramedia Pustaka Utama atau BP untuk Balai Pustaka. Untuk itu, tetap pertimbangkan pemilihan nama jika nantinya penyebutan disingkat.

Selain nama, tentu yang tidak kalah penting adalah desain logo penerbit buku. Logo harus eye catching dan menunjukkan karakter penerbit buku.

Menetapkan Haluan Penerbit

Haluan atau bidang yang Anda pilih untuk usaha penerbitan adalah penting sesuai dengan minat dan kompetensi yang Anda miliki ataupun Anda merasa mampu merekrut tim yang memiliki kekhususan di bidang tersebut. Haluan juga seperti sebuah jalan penerbitan yang hendak Anda tempuh dan Anda sudah mengetahui benar apa konsekuensi yang timbul dari pilihan Anda tersebut.

Coba Anda cermati contoh haluan penerbitan berikut ini.

Tabel Contoh Haluan Penerbitan dan Konsekuensi


Haluan juga terkait dengan idealisme penerbitan yang hendak Anda jalankan. Usaha penerbitan buku memang selalu dikaitkan dengan idealisme yaitu mencerdaskan (kehidupan) bangsa.

Walaupun demikian, ada kecenderungan beberapa penerbit tidak menetapkan haluan seperti ini dan mengarahkan usaha penerbitannya pada segala jenis buku. Faktor ini memang terkait dengan upaya memanfaatkan peluang. Saat terjadi booming buku anak maka penerbit pun mengubah haluan penerbitannya ke buku anak; saat terjadi booming buku religi maka penerbit juga ikut menerbitkan buku religi; dan saat terjadi booming buku motivasi maka sang penerbit pun banting stir ke buku-buku motivasi. Salahkah? Tentu bukan soal benar salah, tetapi dalam soal branding atau ciri dari penerbit tersebut maka masyarakat pembaca pun bingung dengan kecenderungan penerbitan sang penerbit.

Boleh jadi penerbit seperti itu menetapkan haluan penerbitnya sebagai penerbit buku umum saja. Pengertian ‘umum’ ini menjadi segala buku dapat diterbitkan. Namun, ketika kita menilik kompetensi, sebenarnya sang penerbit tidak memiliki tim dengan kompetensi ‘segala bisa’ seperti yang diharapkan. Ilustrasinya bahwa tidak semua editor buku ajar tiba-tiba dapat diminta untuk mengedit buku anak atau novel. Begitupun seorang layouter ataupun desainer buku ajar tiba-tiba diminta untuk mengonsep desain buku anak. Jika hal ini dipaksakan, akan terjadi penurunan kualitas produk karena tim yang menangani tidak memiliki kompetensi pada haluan yang diubah oleh penerbit.

Haluan memang dapat dikatakan juga sebagai positioning penerbit. Kembali pada paparan Thomas Woll sebenarnya Anda dapat memosisikan diri sebagai penerbit apa pun asalkan Anda memiliki ide atau konsep buku untuk dikembangkan. Walaupun demikian, haluan spesifik (niche) malah dapat menolong Anda untuk berkonsentrasi pada awal-awal menerbitkan buku.

Kecenderungan memanfaatkan peluang dengan memasuki haluan lain yang dapat dipahami adalah melakukan ekstensifikasi usaha penerbitan dengan mendirikan lini penerbitan atau dalam terminologi penerbitan disebut imprint. Imprint baru dapat diwujudkan dalam bentuk merek (brand) baru, bahkan tim kerja yang baru. Perihal imprint ini akan dibahas pada subbab selanjutnya.

Dikutip dariApa & Bagaimana Menerbitkan Bukukarya Bambang Trim
© 2012 oleh Ikatan Penerbit Indonesia

sumber: manistebu.wordpress.com

1 komentar:

  1. apakah jenis penerbit perorangan juga harus mempunyai akta dari notaris ?

    BalasHapus